BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sebagai umat islam kita harus mengetahui
Aliran-aliran dalam Pemikiran Islam, seperti: Aliran-aliran Kalam, Aliran Fiqh,
Aliran Tasawuf dan Materi Pemikiran islam sempat menjadi perdebatan, secara
garis besar kita dapat membedakan tiga bidang pemikiran islam, yaitu: Aliran
Kalam (Teologi), Aliran Fiqih, dan Aliran Tasawuf. Di dalam makalh ini memuat
juga membahas tentang aspek Falsafat.
Berbicara masalah aliran pemikiran dalam Islam berarti berbicara tentang Ilmu
Kalam. Kalam secara harfiah berarti “kata-kata”. Kaum teolog Islam berdebat
dengan kata-kata dalam mempertahankan pendapat dan pemikirannya sehingga teolog
disebut sebagai mutakallim yaitu ahli debat yang pintar mengolah kata. Ilmu
kalam juga diartikan sebagai teologi Islam atau ushuluddin, ilmu yang membahas
ajaran-ajaran dasar dari agama. Mempelajari teologi akan memberi seseorang
keyakinan yang mendasar dan tidak mudah digoyahkan. untuk lebih mendalami
disini akan memuat dari pembahasan-pembahasan yang tertara diatas.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana sejarah timbulnya aliran-aliran pemikiran Islam?
2.
Apa penyebab terpecahnya para ulama-ulama Islam?
3.
Siapa yang pertama kali yang menyebabkan perpecahan umat Islam pada jaman
khulafaurrasidin?
C. Tujuan
Dengan terselesainya makalah ini. Pemakalah berharap
dapat memberikan yang terbaik mengenai judul makalah yang kami buat.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Aliran-Aliran
Pemikiran Islam
Perlu kita ketahui
terlebih dahulu perbedaan pengertian firqoh dan mazhab.
Firqoh ialah perbedaan pendapat dalam soal-soal
akidah (teologi) atau masalah-masalh ushuliyah. Dalam Islam kita kenal
adanya firqoh-firqoh Syi’ah, Khawarij, Mu’tazilah, Qadariyah, Jabariyah,
Murji’ah dan Ahlus Sunnah. Dalam Kristen, misalnya Khatolik dan Protestan.
Firqoh bisa diartikan sekte.[1]
Sedangkan Mazhab ialah perbedaan pendapat
masalah-masalah hokum atau furu ‘iyah. Dalam fiqih kita ketahui ada
empat mazhab yang terkenal: mazhab Hanafi (pendirinya, Imam Abu Hanifah
An-Nu’man Ibnu Tsabit, 70-150 H), mazhab Maliki (pendirinya Imam Maliki Ibnu
Anas, 90-179 H), mazhab Syafi’i (pendinya Abu Abdullah Muhammad Ibnu Idris Ibnu
Utsman Ibnu Syafi’I, 150-204 H) dalam buku
Abdul Aziz Asy-Synawi, yang berjudul Biografi Imam Syafi’i mengatakan
“beliau adalah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’i bin Sa’ib
bin Abdil Muttalib bin Abdi Manaf Al-Quraisyi (berkebangsaan Quraisy)
Al-Muttalibi (keturunan Abdul Muttalib) Asy-Syafi’I, dan mazhab Hambali
(pendirinya, Ahmad Ibnu Hambal Ibnu Hilal Asy-Syaibani Al-Bagdadi, 164-241 H).
dengan kata lain bahwa firqoh itu mengenai masalah tauhid sedangkan
mazhab mengenai masalah fiqih.
Kemunculan aliran-aliran pemikiran islam adalah
akibat dari banyaknya kontroversi yang telah memecah belah komunitas muslim
pada masa awal. Namun, perselisihan, utamanya dalam masalah politik, pecah
segera setelah wafatnya Nabi, dan diikuti dengan tragedi yang membawa pada
pembunuhan khalifah Utsman pada tahun 656.
Dalam suatu komunitas yang mendefinisikan dirinya
berdasarkan identitas keagamaan, perselisihan politik pada akhirnya tidak
terelakan membawa pada perselisihan teologis. Perselisihan politik di kalangan
mereka yang berkehendak menjadi pemimpin
komunitas terbagi ke dalam tiga kelompok: Khawarij yang menentang khalifah Ali;
Murji’ah yang berusaha tetap netral; dan Syi’ah yang mendukung khalifah Ali.
Kelompok-kelompok ini berusaha mempengaruhi komunitas muslim secara luas yang
selama ini didominasi oleh mazhab-mazhab arus utama, utamanya kaum konservatif
dan tradisionalis, yang dikenal dengan sebutan ahlus sunnah wal jamaah.[2]
Selain dari kelompok tiga di atas masih banyak kelompok-kelompok lainnya yang
berpengaruh dalam sejarah Islam masa lalu. Antaranya: khawarij, murji’ah,
syi’ah, qadariyah, jabariyah, muktazilah, dan ahlus sunnah wal jamaah. Semuanya
itu memiliki pandangan yang berbeda-beda.
Ada tiga persoalan yang membikin perpecahan umat
Islam: persoalan tentang teologi, persoalan furu’iyah dan tasawuf.
1.
Aliran-Aliran
Ilmu Kalam dan Sejarah Timbulnya
Menurut Ibn Khaldun, Ilmu kalam adalah Ilmu berisi tentang alasan-alasan
yang mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakan dalil-dalil
pikiran dan berisi bantahan teerhadap orang-orang yang menyeleweng dari
kepercayaan-kepercayaan aliran golongan salaf dan Ahli Sunnah. Adapun Aliran-aliran ilmu
kalam diantaranya:
a.
Firqoh Syi’ah dan Sejarahnya.
Syi’ah berasal dari bahasa arab, artinya
pengikut atau golongan. Kata jamaknya Syiya’un.[3]
¨bÎ) tûïÏ%©!$# (#qè%§sù öNåks]Ï (#qçR%x.ur $YèuÏ© |Mó¡©9 öNåk÷]ÏB Îû >äóÓx« 4 !$yJ¯RÎ) öNèdáøBr& n<Î) «!$# §NèO Nåkã¨Îm6t^ã $oÿÏ3 (#qçR%x. tbqè=yèøÿt ÇÊÎÒÈ
159. Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah
agama-Nya dan mereka menjadi bergolongan[525], tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu
kepada mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah terserah kepada Allah,
Kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang Telah mereka perbuat.
[525] Maksudnya: ialah golongan yang amat fanatik
kepada pemimpin-pemimpinnya.
Dari sini Syi’ah dimaksudkan
sebagai suatu golongan dalam Islam yang beranggapan bahwa Sayidina Ali bin Abi
Thalib ra. adalah orang yang berhak sebagai khalifah pengganti nabi,
berdasarkan wasiatnya. Sedangkan khalifah-khalifah Abu Bakar as-Syidiq, Umar
bin Khatab, dan Usman bin Affan adalah penggasab kedudukan khalifah.
Golongan Syiah ini terpadu
padanya pengertian firqoh dan mazhab. Masalah khalifah ini adalah soal politik
yang dalam perkembangan selanjutnya mewarnai pandanga mereka di bidang agama.
Disamping itu, kemudian mereka mempunyai ulama-ulama sendiri yang menjadi
panutannya di berbagai cabang ilmu-ilmu ke-Islaman. Ulama ilmu kalam yang
paling masyhur ialah Hisyam bin Hakam dan Syaikhan Thaq Muhammad Nu’man
al-Ahwal (keduanya murid imam Ja’far as-Sodiq).
Masalah khilafah:
Setelah selesai menunaikan tugas
risalah Islam selama hamper 23 tahun, Nabi Muhammad SAW wafat pada hari senin
12 Rabi’ul Awal 11 Hijriyah, bertepatan dengan 8 juni 632M.
Beliau tidak pernah berwasiat
siapa yang akan menggantikan posisi khalifah dan demikian tidak pernah
memberikan petunjuk pedoman-pedoman cara memilih khalifah. Dan ternyata kalau
diperhatikan cara pemilihan Khulafaur Rasyidin itu berbeda-beda.
Memang Nabi Muhammad Saw itu
menyuruh sahabat Abu Bakar menjadi imam shalat pada waktu beliau sakit
menjelang hari wafatnya. Demikian pula Nabi Muhammad SAW pernah menyuruh
sahabat Ali bin Abi Thalib untuk menjaga rumahnya ketika beliau pergi
berperang. Namun demikian, beliau tidak pernah menyebut-nyebut penggantinya.
Maka tatkala nyata-nyata Nabi
Muhammad SAW wafat, pada hari itu juga sahabat terkemuka dari kalangan
muhajirin dan anshar berkumpul di Saqifah Bani Sa’idah, suatu balai pertemuan
untuk bermusyawarah tentang khalifah.
Golongan Anshar menghendaki sa’ad
bin Ubadah sebagai khalifah. Usulan tersebut tidak dapat diterima oleh golongan
Muhajirin, maka terjadilah perdebatan-perdebatan yang cukup sengit, sehingga
hamper-hampir menimbulkan perpecahan.
Sedangkan golongan Muhajirin
mencalonkan Abu Bakar as-Sidiq. Sayyidina Ali sendiri waktu itu tidak hadir
dibalai Saqifah Bani Sa’idah, karena sibuk mengurus jenazah Rasulullah Saw.[4]
Waktu itu tidak ada yang menyebut nama sayyidina Ali sebagai calon khalifah.
Untuk mengakhiri perdebatan, maka sahabat Umar bin Khatab tampil, membaiat Abu
Bakar as-Sidiq sebagai khalifah pertama.
Setelah perselisihan yang
menghasilkan sayyidina Abu Bakar as-Sidiq sebagai khalifah, nasib umat Islam
masih setabil hingga kalifah kedua. Karena pada saat itu khalifah sangat
berperan penting dalam semua urusan. Pada saat, khalifah ketiga mulailah timbul
perpecahan yang disebabkan oleh orang Persia.
Seorang pendeta agama Yahudi yang
pura-pura masuk Islam. Sesudah memeluk Islam, dia datang ke Madinah pada masa
khalifah sayyidina Utsman bin Affan, tahun 30 H, dengan harapan akan
mendapatkan sambutan dan penghargaan dari khalifah. Ternyata harapan tersebut
meleset dari angan-angannya. Sebagian ahli sejarah berpendapat bahwa Abdullah
bin saba’ masuk Islam memang bertujuan hendak merusakkan Islam dari dalam.[5]
Dia kemudian membenci khalifah
Utsman, karena tidak memberikan sambutan yang diharapkan, melancarkan
propaganda anti khalifah dan menyanjung-nyanjung sayyidina Ali bin Abi Thalib.
Propaganda Abdullah bin Saba’ ini mengadakan sambutan dan dukungan sebagai
masyarakat ketika itu, seperti di kota madinah sendiri, mesir, kufah, basrah,
dan lain-lain, karena khalifah Usman menghilangkan cincin stempel Nabi Muhammad
Saw. Dan suka mengangkat jabatan-jabatan penting Negara dari kalangan sukunya
sendiri, yaitu orang-orang Bani Umayyah.
Dari perselisihan diataslah yang
menyebabkan umat Islam pada saat itu terpecah belah.
b.
Firqoh Khawarij
Khawarij Berasal dari
kata kharaja yang berarti
“keluar”. Selain nama khawarij, ada sebutan-sebutan lain bagi golongan tersebut
seperti Haruriyah, golongan Muhakkimah, dan golongan Syurah. Mereka disebut golongan haruriyah diambil dari nama kampong
bernama harura tidak jauh dari kota Kufah sebagai tempat mereka pindah setelah
memisahkan diri dari barisan Ali. Dan mengangkat Abdullah bin Wahab al-Rasili
sebagai pemimpin mereka. Mereka disebut golongan Muhakkimah karena mereka mempunyai semboyan yang selalu
diteriakkannya bila bertemu dengan Ali dan juga menjadi pegangan mereka yaitu
semboyan “LA HUKMA ILALLAH”. Mereka
juga disebut golongan Syurah karena
mereka menganggap dirinya telah mereka jual pada Allah Swt untuk mencari
keridhaan Allah semata, seperti firman Allah dalam surat ÆÏBur
Ĩ$¨Y9$#
`tB
Ìô±o
çm|¡øÿtR
uä!$tóÏGö/$#
ÉV$|ÊósD
«!$#
3 ª!$#ur
8$râäu
Ï$t6Ïèø9$$Î/
ÇËÉÐÈ
207. Dan di antara manusia ada orang yang
mengorbankan dirinya Karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun
kepada hamba-hamba-Nya.
Kawarij tidak hanya memberontak
terhadap Ali yang dianggap mereka telah lari dari kebenaran dan mengingkari
hukum Allah, tetapi juga terhadap Mu’awiyah karena mereka telah berbuat zalim
dan memberontak/ melawan kepada pemerintah yang sah (Khalifah Ali).[6]
Pada awalnya, Khawarij merupakan
aliran atau fraksi politik, kelompok ini terbentuk karena persoalan
kepemimpinan umat islam, tetapi mereka membentuk suatu ajaran yang kemudian
menjadi ciri umat, aliran mereka yaitu ajaran tentang pelaku dosa besar (
murtakib al-kaba’ir ). menurut Khawarij orang-orang yang terlibat dan
menyetujui hasil tahkim telah melakukan dosa besar. Orang islam yang melakukan
dosa besar, dalam pandangan mereka berarti telah kafir: kafir setelah memeluk
Islam berarti murtad dan orang murtad halal dibunuh berdasarkan hadis yang
menyatakan bahwa nabi muhammad saw bersabda ”man baddala dinah faktuluh “, atas
dasar premis-premis yang dibangunnya Khawarij berkesimpulan bahwa orang yang
terlibat dan menyetujui tahkim harus dibunuh. Bagi mereka,pembunuhan terhadap
orang-orang yag dinilai telah kafir adalah “ibadah”.
c.
Firqoh Murji’ah
Kelompok Murji’ah yang dipelopori oleh Ghilam Al-Dimasyqi berpendapat
mereka bersifat netral dan tidak mau mengkafirkan para sahabat yang terlambat
dan menyetujui tahkim dalam ajaran aliran ini, orang islam yang melakukan dosa
besar tidak boleh dihukum kedudukannya dengan hukum dunia. Mereka tidak boleh ditentukan
akan tinggal di neraka atau di surga, kedudukan mereka ditentukan di akhirat.
Dan bagi mereka Iman adalah pengetahuan tentang Allah secara mutlak. Sedangkan
kufur adalah ketidaktahuan tentang Tuhan secara mutlak, iman itu tidak
bertambah dan tidak berkurang. Imam Al-Syahrastani menjelaskan bahwa Murji’ah
terbagi menjadi 6 subsekte.
d.
Firqoh Qodariah
Qodariah adalah aliran yang memandang bahwa Manusia memiliki kebebasan
dan kemerdekaan dalam menentukan perjalanan hidupnya. menurut paham ini manusia
mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan
perbuatan-perbuatannya. aliran ini disebut Qadariyah karena memandang bahwa
manusia memiliki kekuatan ( qudrah ) untuk menentukan perjalanan hidupnya dan
untuk mewujudkan perbuatannya.menurut temuan sementara ajaran ini pertamakali
dikenalkan oleh Ma’bad al-Juhani karena tidak terdapat bukti yang otentik
tentang siapa yang pertamakali membentuk ajaran Qadariyah.
e. Firqoh
Jabariyah
Menurut aliran ini manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan
perjalanan hidup dan mewujudkan perbuatannya, mereka hidup dalam keterpaksaan ( jabbar ), karena
aliran ini berpendapat sebaliknya; bahwa dalam hubungan dengan manusia, tuhan
itu maha kuasa.karena itu, tuhanlah yang menentukan perjlanan hidup manusia dan
yang mewujudkannya. Ajaran ini dipelopori oleh Al-ja’d bin Dirham.
f. Firqoh
Mu’tazilah
Mu’tazilah secara etimologi berasal dari kata a’tazala yang berarti
mengambil jarak atau memisahkan diri. Secara terminologi adalah aliran theologi Islam yang memberi porsi besar
kepada akal atau rasio di dalalm membahas persoalan-persoalan ketuhanan.
kelompok ini banyak menggunakan kekuatan akal sehingga diberi gelar “Kaum
Rasionalis Islam” dan dikenal dengan nama “Muktazilah” yang didirikan oleh
Washil bin Atha.muncul akibat kontroversi yang terjadi dikalangan ummat islam
setelah perang saudara antara pihak Ali bin Abi Thalib melawan Zubayr dan Thalhah.
Ajaran pokok aliran Muktazilah
adalah panca ajaran atau Pancasila Muktazilah, yaitu :
1) Ke-Esaan Tuhan (Al-Tauhid)
2) Keadilan Tuhan (Al-Adl)
3) Janji dan ancaman (Al-Wa’d wa
Al-Wa’id)
4) Posisi antara 2 tempat
(Al-Manzilah bainal Manzilatain)
5) Amar ma’ruf nahi munkar (Al-Amr
bil Ma’ruf wa An-Nahy’an Al-Munkar).
g. Firqoh
Ahlu sunnah wal jama’ah
Ahlu sunnah wal jama’ahAhu sunnah wal jama’ah terbentuk akibat dari adanya
penentangan terhadap aliran Muktazilah oleh orang Muktazilah itu sendiri, mereka
adalah Abu al-Hasan, Ali bin Isma’il bin Abi basyar ishak bin Salim bin isma’il
bin abd Allah bin Musa bin Bilal bin Abi burdah amr bin Abi musa al-asy’ari.
Imam al-asy’ari (260-324 H), menurut Abubakar isma’il al-Qairawani adalah
seorang penganut Muktazilah selama 40 tahun kemudian ia menyatakan keluar dari
Muktazilah. setelah itu ia mengembangkan ajaran yang merupakan counter terhadap
gagasan –gagasan Muktazilah.
Ajaran pokok Ahlu sunnah wal jama’ah tidak
sepenuhnya sejalan dengan gagasan Imam al-asy’ari. Para pelanjutnya antara lain
Imam abu manshur al-maturidi yang kemudian mendirikan aliran Maturidiyyah yang
ajarannya lebih dekat dengan muktazilah. Imam al- maturidi pun memiliki
pengikut yaitu al-bazdawi yang pemikirannya tidak selamanya sejalan dengan
gagasan gurunya. Oleh karena itu para ahli menjelaskan bahwa maturidiah terbagi
menjadi dua golongan:
1) Golongan Maturidiah Samarkand,
yaitu para pengikut Imam al-maturidi.
2) Golongan Maturidiah Bukhara,yaitu
para pengikut Imam al-bazdawi yang tampaknya lebih dekat dengan ajaran
al-asy’ari.
h. Gerakan
Salaf
Paham atau gerakan salaf adalah pengikut mazhab Hambali yang muncul pada
abad ke IV H. mereka beranggapan bahwa imam Ahmad bin Hambal (169-241 H) telah
menghidupkan dan mempertahankan pendirian ulama-ulama salaf. Karena pemikiran
keagamaan ulama-ulama salaf menjadi motifasi gerakannya, maka orang-orang
hanabilah itu menamakan gerakannya sebagai paham atau aliran salaf.
Terjadi persaingan dan konflik antara orang-orang hanabilah dengan
orang-orang Asy’ariyah secara fisik, bahkan orang-orang hanabilah memandang
mereka sebagai kafir. Masing-masing melakukan truth claim bahwa dirinyalah yang
lebih berhak mewarisin ulama salaf.
Pada abad ke VII H, gerakan salaf memperoleh kekuayan baru, dengan
munculnya Ibnu Taymiyah (661-728 H) di Syiria dan gerakan wahabi (1115-1201 H)
di Saudi Arabia.
Ibnu
Taimiyah dan pemikirannya:
Nama lengkapnya adalah Taqiyuddin Ahmad bin Abdil Halim bin Taimiyah,
lahir di Haman, wilayah Irak, 10 Rabiul Awal 661 H/22 January 1263 M dan
meninggal pada 20 Dzul Qa’dah 728 H/26 September 1328 M.
Pemikirannya Ibnu Taimiyah membagi ulama dalam memahami akidah Islam
menjadi empat golongan, yaitu:
Pertama; Gerakan filsafat. Mereka mengatakan bahwa Al-Qur’an diturunkan
dengan dalil kithabiyah
(ajakan,seruan) dan dalil iqnaiyah
(pemuas hati) yang sesuai memuaskan banyak orang. Sedangkan golongan
silsafat beranggapan bahwa diri mereka itu sebagai ahli pembuktian rasional
(burhan) dan keyakinan. Dan akidah metode penetapannya adalah dengan burhan dan
keyakinannya.
Kedua; Para Mutakalimin atau Mu’tazilah. Mereka mendahulukan dalil-dalil
akal (qadhaya ‘aqliyah), sebelum menyelidiki dalil-dalil Al-Qur’an. Mereka
mengambil dua macam dalil tersebut, tetapi mereka mendahulukan penyelidikan
(dalil) akal daripada berdalil pada Al-Qur’an. Mereka ini mentakwilkan
ayat-ayat Al-Qur’an disesuaikan dengan hasil pemikirannya (apabila terjadi
perlawanan), meskipun mereka dengan cara tersebut tidaklah keluar dari
akidah-akidah Al-Qur’an.
Ketiga; sekelompok ulama yang menyelidiki akidah-akidah yang disebut
dalam Al-Qur'an berdasarkan akal, mereka lalu beriman kepadanya dan dijadikan
sebagai dalil. Maka diambilnya tidak sebagai dalil pangkal penyelidikan akal
pikiran, tetapi ia sebagai berita yang wajib dipercaya. Boleh jadi yang
dimaksud ialah bahwa sumber penyelidikan akal pikiran oleh golongan tersebut
bukan dalil Al-Qur'an, meskipun maksudnya untuk memperkuat pemahaman isi
Al-Qur'an. Golongan ini ialah aliran Maturidiyah yang menjadikan akal sebagai
penolong dalam memahami akidah-akidah dalam Al-Qur'an.
Keempat; kelompok yang beriman kepada Al-Qur'an –sebagai akidah dan
dalil-,tetapi mereka masih menggunakan dalil akal pikiran disamping dalil-dalil
Al-Qur'an. Boleh jadi yang dimaksud ialah golongan Asy’ariyah.
Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa metode salaf yang ia kembangkan itu
berbeda sama sekali dengan keempat metode tersebut. Aliran salaf hanya percaya
kepda akidah-akidah dan dalil-dalil wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
Saw. Metode yang dikembangkan oleh ahli- ahli filsafat terlalu mengedepankan
metode logika, dipandangnya sebagai kesesatan, karena metode tersebut tidak
dikenal pada masa sahabat dan tabi’in.[7]
Ulasan, paham salaf yang
dikembangkan Ibnu Taimiyah, ternyata juga menuai kritikan. Sebab, sebelunya
kepercayaan-kepercayaan tersebut telah menjadi kepercayaan orang-orang
Hanabilah. Ibnu Jauzi (1186-1257 M) sendiri mengritiknya, tidak membenarkan
kepercayaan tersebut dan tidak mengakuinya sebagai akidah salaf, dan bukan pula
kepercayaan imam Ahmad bin Hambal, karena pemahaman terhadap ayat-ayat mutasyabihat tanpa takwil bias menyeret kepada paham tasybih dan tajsim.
i.
Gerakan Wahabi
Gerakan Wahabi dipertalikan dengan nama pendirinya, yaitu Muhammad bin
Abdul Wahab (1115-1201 H/1703-1787 M), dan nama itu diberikan oleh
lawan-lawannya semasa hidup pendirinya, yang kemudian dipakai juga oleh
penulis-penulis Eropa. Nama yang dipakai oleh golongan Wahabi adalah “golongan Muwahhidin” (Unitarians) dan metodenya
mengikuti jejak Nabi Muhammad Saw. Mereka menganggap dirinya golongan
Ahlussunnah, yang mengikuti pikiran-pikiran Imam Ahmad bin Hambal yang
ditafsirkan oleh Ibnu Taimiyah.
Telah dimaklumi, bahwa gerakan Wahabi mendobrak masalah yang dianggapnya takhayyul, bid’ah, dan khurafat (tbc). Ia merupakan kelanjutan
dari aliran salaf, yang berpangkal kepada pikiran-pikiran Ahmad bin Hambal dan
yang kemudian direkonstruksikan oleh Ibnu Taimiyah, bahkan aliran Wahabi telah
menerapkanya dengan lebih luas dan memperdalam arti bid’ah, sebagai akibat dari
keadaan masyarakat dan negeri Saudi Arabia yang penuh dengan aneka bid’ah, baik
yang terjadi pada musim upacara agama ataupun bukan.
Pada dasarny Wahabi tidak berbeda dengan pemikiran Ibnu Taimiyah. Hanya
dalam cara melaksanakan dan menafsirkan beberapa persoalan tertentu. Dalam
bidang ketauhidan mereka berpendirian sebagai berikut;
1)
Penyembahan kepada selain Allah Swt adalah salah, dan siapa yang berbuat
demikian dia dibunuh.
2)
Orang yang mencari ampun Allah Swt dengan mengunjungi kuburan orang-orang
saleh (wali), termasuk golongan musyrikin.
3)
Termasuk dalam perbuatan musyrik memberikan pengantar kata dalam shalat
terhadap nama Nabi-Nabi atau wali atau malaikat (seperti Sayyidina Muhammad).
4)
Termasuk kufur memberikan suatu ilmu yang tidak didasrkan atas Al-Qur'an
dan as-Sunnah, atau ilmu yang bersumber kepada akal-pikiran semata-mata. Dan
lain sebagainya.
Keritik bagi paham aliran
Wahabi.
Pertama-tama ialah bahwa
paham Wahabi tidak mengenal perasaan kaum muslimin, sebab kaum muslimin dimana
pun juga berbangga dengan kubur Nabinya dan mencintai para sahabatnya. Tetapi
gerakan Wahabi memiliki niat untuk menghancurkan makam Nabi.
2. Aliran-Aliran
Fiqih
Secara historis hukum islam telah menjadi dua aliran pada zaman sahabat Nabi Muhammad SAW. Dua aliran tersebut adalah: Madrosat al-madinah dan Madrosat al-baghdad. Aliran ini terbentuk karena sebagian sahabat tinggal di Madinah ,dan aliran Baghdad atau Kuffah juga terbentuk karena sebagian sahabat tinggal di kota tersebut. Atas jasa sahabat Nabi Muhammad SAW yang tinggal di madinah terbentuklah fuqaha sab’ah yang juga mengajarkan dan mengembangkan gagasan gurunya dari kalangan sahabat. Diantara fuqaha sab’ah adalah Said bin al’musayyab. salah satu murid Sa’id bin al-musayyab adalah Ibnu syihab al-zuhri dan diapun mempunyai murid Imam maliki, pendiri Aliran Maliki. Ajaran maliki yang paling terkenal adalah ia menjadikan ijmak dan amal ulama Madinah sebagai hujah.
Atas jasa sahabat Nabi yang tinggal di Baghdad terbentuklah aliran ra’yu. Diantara sahabat yang tinggal di Kufah adalah abd Allah bin mas’ud; salah satu muridnya adalah al-aswad bin yazid al-nakha’I; salah satu muridnya adalah Amir bin syarahil al-sya’bi;dan salah satu murid beliau adalah Abu hanifah yang mendirikan Aliran Hanafi. Salah satu ciri fiqih Abu Hanifah adalah sangat ketat dalam penerimaan hadits dan banyak menggunakan ra’y.
Murid Imam Maliki dan Muhammad al-Syaibani ( sahabat dan penerus gagasan abu hanafiah) adalah Muhammad bin idris al-syafi’I, pendiri aliran hukum yang dikenal dengan syafi’iyah atau Aliran al-syafi’i. Imam ini sangat terkenal dalam pembahasan perubahan hukum islam karena pendapatnya ia golongkan menjadi qaul qadim dan qaul jadid. Salah satu murid imam al-syafi’I adalah Ahmad bin hanbal, pendiri Aliran Hanabilah.Disamping itu,masih ada Aliran Zahiriyah yang didirikan oleh Imam Dud al-Zhahiri, dan aliran Jaririyah yang didirikan oleh Ibnu jarir al-thabari.Dengan demikian kita telah mengenal sejumlah aliran hukum islam yaitu: Madrasah Madinah,Madrasah Kufah, aliran Hanafi, aliran Maliki, aliran al-Syafi’I ,aliran Hanbali, aliran Zhahiriyah ,dan aliran Jaririyah.Tidak terdapat informasi yang lengkap mengenai aliran-aliran hukum islam, karena banyak aliran yang muncul kemudian menghilang karena tidak ada yang mengembangkannya.[8]
Thaha Jabir Fayadl Al-Ulwani menjelaskan bahwa mazdhab fiqih islam yang
muncul setelah sahabat dan kibar At-Tabi’in berjumlah 13 aliran, akan tetapi
tidak semua aliran itu dapat diketahui dasar dan metode istinbath hukum yang
digunakannya. Dalam
makalah ini kami sebutkan ada 12 aliran.
Berikut pendiri aliran-aliran tersebut :
1. Abu Sa’id Al-Hasan bin Yasar Al-Bashri
2. Abu Hanifah Al-Nu’man bin Tsabit bin Zuthi
3. Al-Uza’i ‘Abu Amr A’bd Al-Rahmat bin ‘Amr
bin Muhammad
4. Sufyan bin Sa’id bin Masruq Al-Tsauri
5. Al-Laits bin Sa’d
6. Malik bin Anas Al-Bahi
7. Sufyan bin U’yainah
8. Muhammad bin Idris
9. Ahmad bin Muhammad bin Hanbal
10. Daud bin Ali Al-Ashbahani Al-Baghdadi
11. Ishaq bin Rahawaih
12. Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid Al-Kalabi
Aliran hukum islam yang terkenal dan masih ada pengikutnya hingga
sekarang hanya beberapa aliran diantaranya Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah,
dan Hanbaliyah, akan tetapi yang sering dilupakan dalam sejarah hukum islam
adalah bahwa buku-buku sejarah hukum islam cenderung memunculkan aliran-aliran
hukum yang berafiliasi dengan aliran sunni, sehingga para penulis sejarah hukum
islam cenderung mengabaikan pendapat khawarij dan syi’ah dalam bidang hukum
islam.
3. Aliran-Aliran
Tasawuf
Para penulis ajaran tasawuf, termasuk Harun
Nasution, memeperkirakan adanya unsur-unsur ajaran non-islam yang mempengaruhi
ajaran tasawuf. Unsur-unsur yang dianggap berpengaruh pada ajaran tasawuf
adalah kebiasaan rahib Kristen yang menjauhi dunia dan kesenangan materi. Pada
dasarnya tasawuf merupakan ajaran tentang Al-Zuhd (Zuhud), kemudian ia
berkembang dan namanya diubah menjadi tasawuf dan pelakunya disebut shufi.
Zahid yang pertama adalah Al-Hasan Basir. Dia pernah berdebat dengan Washil bin
Atha’ dalam bidang teologi, ia berpendapat bahwa orang mu’min tidak akan
bahagia sebelum berjumpa dengan Tuhan. Zahid dari kalangan perempuan adalah
Rabi’ah Al-Adawiyah dari Basrah, ia menyatakan bahwa ia tidak bisa membenci
orang lain, bahkan tidak dapat mencintai Nabi Muhammad SAW, karenya cintanya
hanya untuk Allah SWT. Metode tasawuf dibagi menjadi 3 (tiga): Tahallia, adalah
pengisian diri untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT; Takhalli adalah
pengosongan diri sufi; sedangkan Tajalli adalah penyatuan diri dengan Tuhan.
Disamping itu, dalam ajaran para sufi dikatakan bahwa Tuhan pun tidak
berkehendak untuk menyatu dengan manusia. Suatu keadaan mental yang diperoleh
manusia tanpa bias diusahakan disebut Hal-Ahwal. Rabiah merumuskan kedekatannya
dengan Tuhan dalam Mahabbah, dengan demikian ada hubungan timbal balik antara
sufi dengan Tuhan.
4. Aspek
Filsafat
Pemikiran
filosofis masuk kedalam Islam melalui falsafat Yunani yang dijumpai ahli-ahli
fikir islam di Suria. Mesopotamia, Persia dan Mesir.Golongan yang banyak
tertarik kepada falsafat Yunani adalah kaum mu’tazilah. Abu Al-Huzail, Al-Nazzam,
Al-jahiz, Al-Jubba’I dan lain-lain banyak membaca buku-buku falsafat Yunani dan
pengaruhnya dapat dilihat dalam pemikiran-pemikiran teologi mereka. Disamping
kaum Mu’tazilah, segera pula timbul filosof-filosof Islam.
Filosof yang pertama, adalah Abu Yusuf Ya’qub Ibnu Ishaq
Al-Kindi. yang berasal dari keturunan Arab ia disebut Failasuf Al-‘arab
(Filosof orang Arab). Al-Kindi bukan hanya Filosof tetapi juga Ilmiawan yang
menguasai ilmu-ilmu pengetahuan yang ada dizamannya. Buku-buku yang
ditinggalkannya mencakup berbagai cabang Ilmu pengetahuan seperti: Matematika,
geometri, Astronomi, Pharmachologi (Teori dan cara pengobatannya), Ilmu hitung,
Ilmu jiwa, Optika, Politik, dan sebagainya.
Mengenai
Falsafat Al-Kindi berpendapat bahwa Antara falsafat dan agama tidak ada bertentangan. Ilmu tauhid atau teologi adalah
cabang termulia dari falsafat. Falsafat membahas kebenaran atau hakekat. Kalau
ada hakekat-hakekat mesti ada hakekat pertama,yang dimaksud dengan hakekat pertama
adalah hakekat tuhan.
Filosof besar kedua Islam, adalah Abu Nasr Muhammad Ibn Muhammad
Ibn Tarkhan Ibn Uzlagh Al-Farabi, Atau yang dikenal dengan Al-Farabi. Yang
berasal dari keturunan Turki. Al- Farabi penulis buku-buku mengenai logika,
ilmu politik, etika, fisika, ilmu jiwa, metafisika, kimia, dan lain sebagainya.
Mengenai falsafatnya, yang terkenal ialah falsafat emanasi. Dalam emanasi ini
ia menerangkan bahwa segala yang ada memancar dari zat Tuhan melaui akal-akal
yang berjumlah sepuluh. Akal menurut pemikirannya mempunyai tiga tingkat,
al-hayulani (materil), bi al-fi’ (aktuil) dan al-mustafad (adeptus,aquired).
Akal pada tingakat terakhir inilah yang dapat menerima pancaran yang dikirimkan
Tuhan melalui Akal-akal tersebut.
Filosof islam yang ketiga bernama Ibn Sina, Nama lengkapnya Abu
‘Ali Husain Ibn Abdillah Ibn Sina, ia dikenal dibarat dengan nama Avicenna
(Spanyol Aven Sina) dan kemasyhurannya di dunia barat sebagai dokter. Dalam
falsafatnya ia juga mempunyai paham emanasi dan akal-akal baginya adalah
melekat. Wujud ia bahagian kedalam tiga bahagian, wajib, mungkin, dan mustahil.
Selanjutnya, Abu Hamid Muhammad Ibn Muhammad Al-Ghazali
(Persia), Al-Ghazali berbeda dengan filosof-filosof lain, tidak mementingkan
falsafat saja tetapi juga soal hukum, teologi dan sufisme tetapi bagaimanapun
ia lebi banyak bersifat sufi dari pada bersifat filosof.
Dalam
falsafah Al-Ghazali dikenal sebagai filosof yang banyak mengkritik pendapat
filosof-filosof dan menantang tiga dari isi falsafat mereka membawa kepada
kekufuran, yaitu: pendapat-pendapat mereka bahwa alam ini qadim, dalam arti
bermula dalam waktu, tuhan tidak mengetahui perincian dari apa yang terjadi di
alam ini, dan bahwa pembangkitan jasmani tidak ada.
Al-Ghazali
meninggalkan buku-bukunya yang mengandung ilmu-ilmu keagamaan dalam berbagai bidang, seperti Tauhid, Fiqih,
Akhlak dan Tasawuf. Al-Ghazali merupakan filosof besar terakhir di dunia islam
bahagian Timur. Filosof-filosof besar selanjutnya muncul di Andulisia, seperti:
Ibn Bajja, Ibn Tufail. Dan Ada Filosof Terbesar Lainnya yang di hasilkan
Andulisia adalah Abu Al-Walid Muhammad Ibn Ahmad Ibn Muhammad Ibn Rusd, ia
Lahir Di Cardova dan belajar teologi, ilmu kedokteran, matematika, filsafat
dsb. Ibn Rusd Banyak memusatkan perhatiannya pada Falsafat Aritoteles dan
menulis ringkasan-ringkasan dan tafsiran-tafsiran yang mencakup sebahagiaan
terbesar dari karangan-karangan filosof Yunani.[9]
B. Sejarah Empat
Mazhab Fiqih
Ilmu fiqih baru muncul
pada periode tabi' al-tabi'in yaitu sekitar abad kedua Hijriyah, dengan
munculnya para mujtahid di berbagai kota,serta
terbukanya pembahasan dan perdebatan tentang hukum-hukum syariah. Pada
masa-masa itulah di Irak muncul seorang mujtahid besar bernama Abu
Hanifah al-Nu'man ibn Tsabit (80-150 H atau 700-767 M) yang merupakan orang
pertama yang memformulasikan ilmu fiqih, tetapi ilmu ini belum dibukukan. Sementara itu, di Madinah muncul juga
seorang mujtahid besar bernama
Malik ibn Anas (93-178 H atau 713-795 M) yangmemformulasikan ilmu fiqih
dan membukukan kumpulan hadis berjudul al-Muwaththa',
yang terutama berisi hukum-hukum syariah. Pembukuan kitab ini dilakukan atas
permintaan khalifah Abu Ja'far al-Manshur (137-159 H atau 754-775 M), dengan
maksud sebagai pedoman bagi kaumMuslimin
dalam mengarungi kehidupan mereka.
Kitab ini kemudian menjadi dasar bagi
faham fiqih di kalangan umat Islam di Hijaz (aliran ahl-hadis). Sedangkan yang
menjadi pedoman bagi faham fiqih di kalangan umat Islam di Irak (aliran
ahl al-ra'y) adalah buku-buku yang
ditulis oleh murid-murid Abu Hanifah, terutama Muhammad ibn al-Hasan
al-Syaibani (102-189 H) dengan bukunya antara lain
al-Jâmi' al-Kabîr dan al-Jâmi' al-Shaghîr dan Abu Yusuf
(112-183 H) dengan bukunya berjudul Kitab al-Kharâj
(Kitab tentang Pajak Penghasilan).
Abu Hanifah sendiri pernah diminta menjadi qâdhî (hakim)oleh seorang khalifah
Dinasti Abbasiyyah, tetapi permintaan ini ditolak, sementara Abu Yusuf pernah
menjadi qâdhî pada masa khalifah Harun al-Rasyid. Baik Abu Hanifah maupun Malik
ibn Anas kemudian oleh para pengikutnya masing-masing dijadikan sebagai
pendiri mazhab Hanafi dan Maliki.
Sejak periode tabi'in sering terjadi
perdebatan antara kedua aliran tersebut. Sementara kalangan ahl al-hadis
mencela kelompok ahl al-ra'y dengan tuduhan bahwa ahl al-ra'y meninggalkan
sebagian hadis, maka ahlal-ra'y pun
menjawab dengan mengemukakan argumentasi tentang 'illah-'illah hukum
(legal reasons) dan maksud-maksud syariah. Pada umumnya ahl al-ra'y dengan
kemampuan debatnya dapat mengalahkan argumentasi ahl al-hadîts, sebagaimana
contoh di atas. Maka munculnya Muhammad ibn Idris al-Syafi'i atau yang dikenal
dengan Imam Syafi’I (150-204 H atau 767-820 M), yang di satu segi menguasai
banyak hadis dan di lain segi memiliki kemampuan dalam menggali dasar-dasar dan
tujuan-tujuan hukum, dapat menghilangkan supremasi ahl al-ra'y terhadap ahl
al-hadis dalam perdebatan. Karena jasanya membela hadis, maka ia dijuluki sebagai "nâshir al-sunnah" (pembela Sunnah). Keempat mazhab
(Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali) inilah yang sampai kini dianggap
sebagai mazhab fiqih yang beraliran Ahl al-Sunnahwa al-Jama'ah.
Latar Belakang dan Sejarah Munculnya
Empat Mazhab Fiqih.
Sebagaimana
diketahui, bahwa ketika agama Islam telah tersebar meluas ke berbagai penjuru, banyak sahabat
Nabi yang telah pindah tempat dan berpencar-pencar ke nagara yang baru
tersebut. Dengan demikian, kesempatan untuk
bertukar pikiran atau bermusyawarah memecahkan sesuatu masalah
sukar dilaksanakan.Sejalan dengan pendapat
di atas, Qasim Abdul Aziz Khomis menjelaskan
bahwa faktor-faktor yang menyebabkan ikhtilaf
dikalangan sahabat ada tiga yakni :
1.
Perbedaan para sahabat dalam memahami nash-nash
al-Qur’an
2.
Perbedaan para sahabat disebabkan perbedaan riwayat
3.
Perbedaan para sahabat disebabkan karena ra’yu.
Sementara Jalaluddin
Rahmat melihat penyebab ikhtilaf
Dari sudut pandang yang berbeda, Ia
berpendapat bahwa salah satu sebab utama
ikhtilaf di antara para
sahabat prosedur penetapan hukum untuk masalah-masalah
baru yang tidak terjadi pada zaman Rasulullah SAW. Setelah berakhirnya
masa sahabat yang dilanjutkan denganmasa
Tabi’in, muncullah generasi Tabi’it Tabi’in. Ijtihad para Sahabat dan
Tabi’in dijadikan suri tauladan oleh generasi penerusnya yang tersebar di
berbagai daerah wilayah dan kekuasaan Islam pada waktu itu. Generasi ketiga ini
dikenal dengan Tabi’it Tabi’in. Di dalam sejarah dijelaskan bahwa masa ini
dimulai ketika memasuki abad kedua hijriah, di mana pemerintahan Islam dipegang
oleh Daulah Abbasiyyah. Dari mata
rantai sejarah ini jelas terlihat bahwa pemikiran fiqih dari zaman sahabat,
tabiin hingga munculnya mazhab-mazhab fiqih pada periode ini. dan dari sini
pula kita dapat merumuskan apa sebab-sebab munculnya mazhab pada periode ini.
Namun mazhab-mazhab muncul pada periode ini tidak terbatas pada empat mazhab
–Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’ie dan Hambali – seperti yang ada sekarang. Dr. Thaha Jabir Fayyadh
al-‘Ulwani berkesimpulan bahwa saat itu
muncul sekitar tiga belas mazhab yang semuanya berafiliasi sebagai mazhab yang
“Ahlu Sunnah”, tetapi hanya delapan atau sembilan mazhab saja yang dapat
diketahui dengan jelas dasar-dasar dan metode fiqhiyah yang mereka
pergunakan. Para imam mazhab-mazhab itu adalah :
1.
Imam
Abu Sa’id bin Yasar al-Bashir (wafat 110H.), Imam Abu Hanifah al-Nu’man bin
Tsabit bin Zuthi (wafat 150H.)
2.
Imam Auza’ie Abu Amr Abdur Rahman bin Amru binMuhammad (wafat 157 H.)
3.
Imam
Sufyan bin Said bin Masruq al-Tsauri (wafat 160 H.), Imam Laits bin Sa’d (wafat
157 H.)
4.
Imam
Malik bin Anas al-Anshari (Wafat 179 H.)
5.
Imam
Sufyan bin Uyainah(wafat 198 H.)
6.
Imam Muhammad bin Idris al Syafi’ie (wafat 204 H.)
7.
Imam Ahmad bin Muhammad bin Hambal (wafat 241 H.)
8.
Muhammad Khudari Beik (ahli fiqh dari Mesir) membagi periodisasi fiqh menjadi enam
periode. Yaitu:
a)
Periode
risalah
b)
Periode
khulafaurrasyidun
c)
Periode awal pertumbuhan fiqih
d)
Periodekeemasan
e)
Periode
tahrir, takhrij dan tarjih dalam mazhab fiqih
f)
yang terakhir adalah periode kemunduran fiqih
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpilan
Aliran-aliran pemikiran Islam, berdasarkan teologi
Islam ada banyak sekali. Tetapi yang terkenal hanya beberapa saja. Dianataranya
ada tiga yang terkenal adalah syi’ah, khawarij dan mu’tazilah. Syi’ah yang
fanatic mendukung sayyidina Ali, khawarij yang membenci sayyidina Ali karena
keputusan terhadap tahkim yang kurang tepat menurut mereka, dan mu’tazilah yang
berusaha netral terhadap semua tindak tanduk antara dua golongan.
Sedangkan aliran-aliran pemikiran Islam, berdasarkan
Fiqih sama banyaknya dengan pemikiran-pemikiran Islam berdarsarkan ilmu kalam.
Ada empat mazhab yang terkenal. di
Irak muncul seorang mujtahid besar bernama Abu Hanifah al-Nu'man ibn
Tsabit (80-150 H atau 700-767 M), Sementara itu, di Madinah muncul juga seorang
mujtahid besar bernama Malik ibn
Anas (93-178 H atau 713-795 M) yangmemformulasikan ilmu fiqih dan
membukukan kumpulan hadis berjudul al-Muwaththa',
yang terutama berisi hukum-hukum syariah., imam Hambal yang muncul di irak. Maka munculnya Muhammad ibn Idris
al-Syafi'i atau yang dikenal dengan Imam Syafi’I (150-204 H atau 767-820 M),
yang di satu segi menguasai banyak hadis dan di lain segi memiliki kemampuan
dalam menggali dasar-dasar dan tujuan-tujuan hukum, dan kelebihannya yang
diberikan Allah dapat menghafal kitab al-Muwattha’ karangan imam Malik, yang
imam Malik sendiri tidak sehafal imam Syafi’i. Salah satu murid imam al-syafi’I
adalah Ahmad bin hanbal, pendiri Aliran Hanabilah.
Pada
dasarnya tasawuf merupakan ajaran tentang Al-Zuhd (Zuhud), kemudian ia
berkembang dan namanya diubah menjadi tasawuf dan pelakunya disebut shufi.
Zahid yang pertama adalah Al-Hasan Basir. Dia pernah berdebat dengan Washil bin
Atha’ dalam bidang teologi, ia berpendapat bahwa orang mu’min tidak akan
bahagia sebelum berjumpa dengan Tuhan.
Pemikiran filosofis masuk kedalam Islam
melalui falsafat Yunani yang dijumpai ahli-ahli fikir islam di Suria.
Mesopotamia, Persia dan Mesir.Golongan yang banyak tertarik kepada falsafat
Yunani adalah kaum mu’tazilah.
B. Keritik
dan Saran
Inilah makalah yang dapat kami buat. Pasti makalah
ini masih dikatakan jauh dari kata sempurna. Maka dari itu kami pun menunggu
setiap keritik bapak dosen terhadap kami. Begitu juga kami pun meminta saran,
yang membangun supaya kami dapat melengkapi apa yang menjadi kekurangan kami.
Ø
DAFTAR PUSTAKA
Ø
Saleh
Rukaiyah. Ilmu Kalam. (Pekanbaru; Karya
Perdana, 1994,)
Ø
Sahilun
A. nasir, M.Pd.I. Pemikiran Kalam (Teologi Islam). (Jakarta: Rajawali
Pers, 2012)
Ø
Zakiyuddin
Badhawy. Studi Islam Pendekatan dan Metode. (Yogyakarta: Bintang Pustaka Abadi,
2011)
[1] Sahilun A. nasir,
M.Pd.I. Pemikiran Kalam (Teologi Islam). (Jakarta: Rajawali Pers, 2012),
hlm. 71.
[2] Zakiyuddin Badhawy.
Studi Islam Pendekatan dan Metode. (Yogyakarta: Bintang Pustaka
Abadi, 2011)
[3] Sahilun A. Nasir, op.
cit. hal. 72
[4] Sahilun A. Nasir, op.
cit. hal. 75
[5] Ibid., hal. 60
[6] Rukaiyah Saleh. Ilmu Kalam. (Pekanbaru; Karya Perdana,
1994,) hal. 15-16
[7] Sahilun A. Nasir, op.
cit. hal. 283
Tidak ada komentar:
Posting Komentar