BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latarbelakang Masalah
Pada waktu-waktu terakhir ini makin dirasakan betapa pentingnya fungsi
bahasa sebagai
alat komunikasi. Kenyataan yang dihadapi dewasa ini adalah bahwa selain
ahli-ahli bahasa semua ahli yang bergerak dalam bidang pengetahuan yang lain
semakin memperdalam dirinya dalam bidang teori dan praktek bahasa. Semua
orang menyadari bahwa interaksi dan segala macam kegitan dalam masyarakat akan
lumpuh tanpa bahasa.[1]
Begitu pula
dengan bahasa memiliki peranan yang begitu besar untuk
memajukan generasi bangsa melalui
program pendidikan. Dalam proses pendidikan banyak macam ilmu yang dipelajari
baik ilmu agama maupun ilmu umum. Dari dua macam ilmu tersebut ilmu agama yang lebih dominan dalam penggunaan bahasa Arab.
Sehingga untuk menguasai ilmu agama, khususnya pengetahuan agama islam, pengetahuan
bahasa Arab pun diperlukan suatu pendidikan
mengenai bahasa Arab.
Pendidikan bahasa Arab sangat diperlukan dewasa ini di indonesia.
Mengingat sedikitnya lembaga pendidikan yang mengajar bahasa Arab dibandingkan
dengan bahasa asing lainnya dinegeri yang mayoritas penduduknya muslim dan populasi muslim
terbesar didunia saat ini.[2]
Tidak perlu diragukan
lagi, memang sepantasnya seorang muslim mencintai bahasa
Arab dan berusaha menguasainya. Hal ini
ditegaskan oleh firman Alloh SWT.,
Artinya
:“Dan
Sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam. Dia
dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril).Ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu
menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan.Dengan bahasa
Arab yang jelas.”[3] (QS. As-Syu’aro: 192- 195)
Dan Alloh SWT. telah menjadikan bahasa Arab
sebagai bahasa Al-Qur`an. Karena bahasa Arab adalah bahasa terbaik yang pernah
ada. Sebagaimana firman Alloh SWT.
dalam surat yusuf ayat
2 yang berbunyi sebagai berikut:
Artinya:”Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al
Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.”[4](QS.
Yusuf: 2)
Bahasa Arab adalah bahasa agama islam dan bahasa Al-Qur`an,
tidak akan dapat memahami Al-Kitab dan As-Sunah dengan pemahaman yang benar dan
selamat (dari penyelewengan) kecuali dengan bahasa Arab. Menyepelekan dan menggampangkan bahasa Arab akan
mengakibatkan lemah dalam memahami agama serta jahil (bodoh) terhadap
permasalahan agama. Dan ini sesuai apa yang diriwayatkan oleh Abu Bakar
bin Abi Syaibah, dari Umar bin Yazid,
beliau berkata :Umar bin Khotob
menulis kepada Abu Musa
Al-Asy`ari (yang isinya),”… pelajarilah
As-Sunnah,
pelajarilah bahasa Arab , dan i`roblah Al-Qur`an karena Al-Qur`an itu
bahasa Arab.”Dan
pada riwayat lain beliau (Umar bin Khotob
) berkata: “Pelajarilah bahasa Arab sesungguhnya
termasuk bagian dari agama kalian, dan belajarlah ilmu faroid(ilmu waris)
Karena sesunguhnya ia termasuk bagian dari agama kalian.”[5]
Keistimewaan yang dimiliki oleh bahasa Arab selayaknya
memberi motivasi bagi umat islam khususnya bagi pengkaji bahasa Arab, baik
sebagai bahasa agama, bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi maupun bahasa
komunikasi internasional. Diharapkan dengan motivasi tersebut para generasi
siap berperan aktif untuk belajar maupun mengajar bahasa Arab.
Saat ini banyak berita-berita
yang melecehkan posisi guru dan guru nyaris tidak mampu membela diri. Seorang politis Amerika
Serikat, Hugget ( 1985 ) mengutuk guru kurang professional sedang orang tua
menuding guru tidak kompeten dan malas. Kalangan bisnis dan industri pun memprotes guru karena hasil didikan mereka dianggap tidak bermanfaat. Tuduhan dan protes ini
telah memerosotkan harkat dan martabat para guru.
Dulu
guru di hormati seperti seorang priyayi.Waktu itu penghasilan guru memadai
bahkan lebih. Secara psikologis,harga diri ( Self – Esteem ) dan wibawa
mereka juga tinggi, sehingga para orang tua pun berterima kasih bila
anak-anaknya “di hajar” guru kalau berbuat kurang ajar. Posisi guru pada waktu
itu sangat tinggi dan terhormat. Namun
kini para guru telah berubah drastis. Profesi guru adalah profesi yang
kering,dalam arti kerja keras para guru membangun sumber daya manusia hanya
sekedar untuk mempertahankan kepulan asap dapur mereka saja. Bahkan harkat dan
derajat mereka di mata masyarakat merosot, seolah-olah menjadi warga negara kelas
ke dua (Second Class
).
Kelemahan
lain adalah kerendahan tingkat kompetensi professionalisme mereka. Penguasaan
mereka terhadap materi dan metode pengajaran masih berada di bawah standar
(Syah 1988). Ada dua hasil penelitian resmi yang menunjukan kekurang mampuan
guru, khususnya guru sekolah dasar, hasil penelitian Badan Litbang Depdikbud RI
menyimpulkan bahwa kemampuan membaca siswa kelas VI SD di Indonesia masih
rendah. Bahwa 76,95% siswa kelas VI SD tidak dapat menggunakan kamus. Yang
mampu menggunakan kamus hanya 5 % secara sistematis dan benar.
Bukti lain kelemahan
sebagian guru kita juga ditunjukan oleh hasil penelitian psikologi yang
melibatkan responden sebanyak 1975 siswa SD negri dan swasta di Jakarta. Kesimpulannya bahwa guru di sekolah
–sekolah dasar tersebut tidak bisa mengindentifikasi siswa berbakat. Kenyataan
seperti ini cepat atau lambat akan menjatuhkan prestise (wibawa prestasi). Kemerosotan prestise professional sering diikuti kemerosotan prestise
sosial dan prestise material (Mutropin,1993), artinya para guru kita kini kurang di hargai oleh masyarakat di samping
kehidupan materinya yang serba kurang. Akibatnya,tak mengherankan apabila diantara guru yang mengalami kelainan
psikis keguruan yang di kenal sebagai teacher burnout berupa stress dan
frustasi yang di tandai dengan banyak murung dan gampang marah (Barlow, 1985). Boleh
jadi,karena guru bornout (pemadaman guru) inilah maka sebagian oknum guru kita
yang tak kuat iman,berbuat di luar batas norma edukatif dan norma susila
seperti diatas.[6]
Teladan dalam pendidikan merupakan sarana yang paling berpengaruh dalam mempersiapkan anak secara moral dan membentuk secara psikologis dan sosial. Ini disebabkan, seorang pendidik merupakan contoh yang paling tepat dalam pandangan anak sebagai teladan yang paling baik dimata mereka. Ia akan meniru baik secara perilaku atau moral, dengan sadar atau tidak. Lebih dari itu, akan tercetak dalam jiwa dan perasaannya gambaran gurunya tersebut dari sisi ucapan, perbuatan, perasaaan, dan sifat internalnya, baik disadari atau tidak.[7]
Sangat disayangkan banyak pengajar yang hanya
memperhatikan penyampaian materi pelajaran
dan mengoreksi tugas-tugas guru saja. Terkadang guru mengajar dengan
tanpa memperhatikan kesiapan dan pemahaman para murid. Dia menganggap profesi
guru tidak lebih dari sekedar kebutuhan akan sebuah pekerjaan. Ya, bekerja
menjadi seorang guru. Jadi, semangat dan motivasi seseorang untuk menjadi guru
adalah kebutuhan pekerjaan dan atau sebagai ladang untuk mencari nafkah.
Begitu banyak idiom dan ungkapan yang dituangkan guru
ketika berinteraksi dengan siswa. Sering kita mendengar istilah guru dengan
label tertentu, seperti guru yang killer, diktator, jutek, enggak gaul, jaim,
dan beragam anak gaul saat ini. Bila guru sudah mendapatkan label menakutkan
semacam itu, bisa jadi pelajaran yang diampunya juga mempunyai label yang sama.
Adanya minat untuk mempelajari pelajaran tersebut sangatlah mustahil.
Banyak siswa yang merasakan bahwa ketika dia melihat
kelas, maka yang terbayang adalah perilaku gurunya yang kurang bersahabat
dengan dalil memperlihatkan wibawa guru pada siswa. Mungkin praktik seperti itu
sudah kurang dapat diterima, sebab perubahan paradigma pembelajaran menuntut
siswa menjadi partner guru.
Adanya kendala yang menghambat dalam proses belajar mengajar
baik yang berpengaruh dari dalam diri siswa seperti sifat malas, masa bodoh
terhadap pelajaran (ignorance), kurangnya minat dan motivasi belajar,
dan sebagainya. Maupun yang berpengaruh dari luar diri siswa seperti kurangnya
sarana dan prasarana, dan sebagainya. Guru harus dapat mengatasi masalah mereka bukan
mengabaikannya. Karena keberhasilan belajar mengajar lebih banyak ditentukan
oleh sang guru dalam mengelola kelas.
Permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam dunia
pendidikan adalah hal yang umum terjadi disetiap lembaga pendidikan. Baik permasalahan itu
datang dari murid, guru, maupun lingkungan sekolah. Karena tidak bisa
dipungkiri lagi setiap individu pasti mempunyai masalah, baik yang sifatnya
pribadi ataupun kelompok. Contoh kecilnya adalah yang dialami sekolah SMA
Al-Ashriyyah Nurul Iman Boarding School, adalah lembaga pendidikan yang
mempunyai visi menyelenggarakan pendidikan berbasis enterpreneurship,
menciptakan generasi bangsa terbaik, menjadi sekolah terbaik yang mampu mendidik
dan mencetak siswanya menjadi generasi masa depan yang cerdas, unggul, dan
berjiwa besar. Hal ini terbukti dari hasil ujian nasional dari tahun 2009-2011
sebagai pemegang nilai terbaik dan peserta ujian terbanyak diseluruh indonesia.
Namun, dibalik itu semua dalam proses belajar mengajar setip harinya tidak
terlepas dari kendala atau permasalahan- permasalahan yang dialami. Contoh
kecilnya adalah guru bahasa Arab, terkadang mendapati beberapa siswanya tidak
hormat dan tidak mau memperhatikan pelajaran yang disampaikan. Terkadang mereka
berbicara satu sama lain. Hal ini tentunya sangat mengganggu guru yang sedang
mengajar.
Penyebabnya biasanya adalah karena mereka kurang antusias
terhadap pelajaran yang disampaikan, jenuh dan tidak semangat, atau kurangnya
minat dan motivasi belajar. Akhirnya mereka lebih suka memperhatikan hal-hal
lain yang lebih bisa memenuhi kebutuhan mereka, baik kebutuhan terhadap
pengetahuan, psikologi, maupun kebutuhan-kebutuhan yang lainnya. Mereka
akhirnya mencari kegiatan-kegiatan yang mereka anggap lebih penting dan lebih
bermanfaat bagi mereka. Maka mereka kemudian sibuk membaca buku-buku lain,
sering minta izin keluar dari ruang kelas atau berbicara dengan rekan
sebangkunya mengenai pertandingan sepak bola, club-club, para pemain olah raga,
dan lain-lain. Masalah-masalah itu juga bisa berasal dari gurunya, seperti
kurang bisa menarik perhatian muridnya, kurang bisa memberikan pengantar yang
menarik diawal pelajaran, serta kurang dalam membangkitkan minat dan motifasi
belajar mereka.
Disamping itu, kurangnya kedekatan antara guru dan muridnya.Kedekatan
antara guru dan siswanya juga perlu dibangun. Hal ini dianggap penting karena
proses belajar mengajar diyakini tidak akan berjalan dengan lancar dan berhasil
secara maksimal tanpa adanya kedekatan antara yang mendidik dan yang dididik.
Dengan adanya kedekatan, guru lebih mengetahui masalah-masalah yang dihadapi
siswa dan dapat membantunya. Sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan dengan
lancar. Asalkan kedekatan antara guru dan siswa bukanlah kedekatan yang
menjurus kepada sikap”terlalu”, yaitu kedekatan yang sewajarnya berdasarkan
tata nilai yang berlaku dalam masyarakat..[8]
Jika seorang
guru memiliki beberapa metode pengajaran yang baru dan memikat, maka ia akan
menjadi seorang guru yang dirindukan oleh murid-muridnya. Mereka akan menerima
pelajaran yang diberikan dengan hati yang senang dan antusias. Sehingga, ia
menjadi seorang guru yang dicintai oleh murid- muridnya dan guru hendaknya juga
menyayangi mereka. Tidak diragukan lagi, guru yang tidak memiliki sifat kasih
terhadap murid, maka ia tidak akan bertahan lama menekuni profesi sebagai
seorang guru kecuali karena terpaksa. Ketenangan hati dan sifat
menerima antara guru dan murid-muridnya adalah unsur terpenting dalam proses
pendidikan yang sukses.[9]
Entah besar
entah kecil, setiap pekerjaan pasti memiliki permasalahan.Begitu juga pekerjaan
sebagai seorang pendidik. Dalam ranah praktis, seorang guru akan menghadapi
persoalan yang beraneka ragam. Apalagi karena pekerjaan sebagai guru adalah
pekerjaan yang berhubungan dengan manusia. Jadi, dalam menjalankan
pekerjaannya, dia harus berinteraksi dengan berbagai macam karakter, baik dalam
masalah budaya, lingkungan, maupun usia. Dia tidak berinteraksi dengan alat
yang struktur dan teknis kerjanya hampir sama.[10]
Dalam proses pembelajaran kepribadian menempati tempat
yang sangat penting dalam hubungan sosial, yaitu hubungan antara pribadi guru
dengan pribadi anak didik sehingga guru mengutamakan pengembangan kepribadian
yang membantu anak didik melakukan penyesuaian dilingkungan keluarga dan
lingkungan sekolah. Salah satu keteladanan bagi guru adalah guru yang bersangkutan
memiliki kepribadian, karena kepribadian yang dimiliki guru memberikan pengaruh
terhadap jalannya proses pembelajaran, dimana pengaruh yang ditimbulkan dari
kepribadian guru itu bisa bersifat positif dan juga bisa bersifat negatif,
apakah guru tersebut berkepribadian baik atau berkepribadian buruk.[11]
Menjadi guru adalah pekerjaan yang sungguh mulia. Ia
bertanggung jawab tidak hanya menjadi para anak manusia pandai dibidang ilmu pengetahuan, tetapi juga bermoral baik dalam kehidupan ini.
Seorang anak manusia yang pada mulanya tidak mengerti apa-apa, dihadapan seorang
guru dididik untuk memahami kehidupan secara lebih baik dan mengenal dunia.
Dipundaknyalah ada tugas dan tanggung jawab keberlangsungan masa depan generasi yang
lebih cerdas dan berperadaban.
Mendidik adalah
sebuah profesi yang harus dipersiapkan terlebih dahulu dengan persiapan
khusus, karena pendidikan berhubungan dengan manusia yang mana ia menjadi poros
dan penggerak utama kehidupan ini. Sesungguhnya pendidikan adalah sebuah
pekerjaan yang berhubungan dengan
mencetak kepribadian manusia. Dan sang guru menjadi sumber utama
informasi serta ilmu pengetahuan bagi anak didiknya, dia yang memberikan arahan
dan petunjuk kepada murid-muridnya sehingga dia mampu menyiapkan generasi yang
berilmu dan warga negara yang berakhlak mulia.
Guru adalah orang yang bersamuderakan ilmu
pengetahuan. Ia adalah cahaya yang menerangi kehidupan manusia, ia adalah musuh
kebodohan dan penghapus kejahiliahan. Ia juga yang mencerdaskan akhlak, dan
pembawa risalah yang paling mulia yaitu risalah ilmu dan pendidikan yang dibawa
oleh Nabi Muhammad SAW.
Begitu mulia pekerjaan seorang guru sekaligus
betapa berat tugas dan tanggungjawab menjadi seorang guru. Inilah mengapa tidak
semua orang bisa menjadi seorang guru yang berhasil. Hanya orang-orang tertentu
yang mempunyai rasa cinta terhadap dunia pendidikan saja yang mampu menjadi seorang
guru. Inilah pribadi seorang guru yang berhasil mengajar sekaligus
mendidik dihadapan murid-muridnya, sosok
seorang guru favorit yang dicintai oleh
anak didiknya.[12]
Sebenarnya
untuk menjadi seoarang guru favorit bagi peserta didik, dapat dikatakan mudah
namun juga sulit. Disamping penguasaan materi, pikiran , perkataan dan
perbuatan seorang guru harus ikhlas dan mencintai profesinya juga harus dapat
memahami keadaan siswanya dan dapat mengatasi masalah-masalah mereka. Karena
belum tentu apa yang guru perbuat dapat diterima ataupun disukai
murid-muridnya, seperti pembelajaran bahasa Arab yang guru ajarkan.
Oleh karena itu
penulis merasa terpanggil guna berperan aktif meneliti tentang korelasi guru
favorit dengan minat belajar siswa dalam pembelajaran bahasa Arab pada siswa
kelas XI SMA AL-Ashriyyah Nurul Iman Boarding School Parung-Bogor. Penulis
menganggap hal ini penting untuk diteliti.
B. Identifikasi Masalah
Berdasakan
latar belakang tersebut, maka penulis mengidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut:
1.
Kurangnya sikap
guru yang dapat memikat hati siswa, sehingga siswa tersebut tidak peduli dengan
mata pelajaran bahasa Arab.
2.
Kurangnya
kedekatan guru dengan siswanya.
3.
Adanya siswa
yang kurang hormat terhadap guru bahasa Arab.
4.
Adanya siswa
yang kurang memperhatikan dan cinta terhadap pelajaran bahasa Arab.
5.
Siswa-siswa
kurang memahami tentang pentingnya bahasa Arab.
6.
Adanya siswa
yang kurang berminat dalam mempelajari bahasa Arab.
C.
Pembatasan Masalah
Melihat banyaknya cakupan permasalahan yang
perlu dibahas antara guru dengan siswa, khususnya dalam proses pembelajaran bahasa
Arab, juga supaya pembahasan dalam penelitian ini lebih terarah serta jelas
pokok permasalahannya maka, permasalahan yang harus dibatasi penulis adalah :
1.
Guru kurang
memahami tingkat minat belajar bahasa Arab siswa-siswanya.
2.
Adanya siswa
yang kurang suka dan menghormati terhadap guru bahasa Arab dan pelajarannya.
3.
Adanya siswa
yang kurang suka terhadap kepribadian guru atau pun cara mengajar yang dia
dilakukan.
D. Perumusan masalah
Berdasarkan
rumusan masalah diatas maka penulis dapat merumuskan masalah yaitu, adakah
korelasi guru favorit dengan minat belajar siswa pada pembelajaran bahasa Arab
dikelas XI SMA Al- Ashriyyah Nurul Iman Boarding school ?
E.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Hasil
penelitian ini diharapkan mampu memberi informasi yang memadai mengenai
bagaimana korelasi guru favorit dengan minat belajar siswa pada pembelajaran bahasa
Arab di SMA AL-Ashriyyah Nurul Iman Boarding School Parung-Bogor.
2.
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap
semua pihak khususnya pada diri penulis sehingga mampu membenahi kekurangan
ataupun kekeliruan yang ada.
3.
Diharapkan
penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan dan bahan perbandingan bagi
pemerhati pendidikan, khususnya pendidikan bahasa Arab.
4.
Diharapkan
penelitian ini sebagai penambah wawasan bagi guru-guru dan calon guru yang akan
mengetahui lebih dalam tentang pentingnya guru favorit dengan minat belajar
siwa.
5.
Penelitian ini
diharapkan bermanfaat dalam pengembangan ilmu mengenai keguruan khususnya
mengenai guru favorit.
[1]Gorys Keraf, Komposisi, ( Ende: Nusa Indah, 2001 ), h.1
[2]Tayar Yusuf, Metodologi Pengajaran Agam Dan Bahasa Arab, ( Jakarata:
PT Raja Grafindo, 1997 ), h. 187
[3]Departemen Agama, Al-Quran Dan Terjemahan
[4]Departemen Agama, Al-Quran Dan Terjemahan
[5]Http://Blog.Re.Or.Id/Tentang-Keistimewaan-Bahasa-Arab.Html
[7]Muhamad Rasyid Dimas, 25 Cara Mempengaruhi Jiwa Dan Akal Anak, (
Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, 2006 ), h.15-16
[8]Akhmad Muhaimin Azzet, Menjadi Guru Favorit, ( Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2011 ) cet -1, h.26-27
[9]Mahmud Khalifah Dan Usamah Khutub, Menjadi
Guru Dirindu, (Surakarta: Ziyad Visi Media, 2009 ) cet-1, h. 35
[10]Mahmud Khalifah Dan Usamah Khutub, Menjadi Guru Dirindu, (Surakarta:
Ziyad Visi Media, 2009 ) cet-1, h. 142
Tidak ada komentar:
Posting Komentar