Minggu, 13 September 2015

Aliran-aliran dalam pemikiran islam dan sejarahnya

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sebagai umat islam kita harus mengetahui Aliran-aliran dalam Pemikiran Islam, seperti: Aliran-aliran Kalam, Aliran Fiqh, Aliran Tasawuf dan Materi Pemikiran islam sempat menjadi perdebatan, secara garis besar kita dapat membedakan tiga bidang pemikiran islam, yaitu: Aliran Kalam (Teologi), Aliran Fiqih, dan Aliran Tasawuf. Di dalam makalh ini memuat juga membahas  tentang aspek Falsafat. Berbicara masalah aliran pemikiran dalam Islam berarti berbicara tentang Ilmu Kalam. Kalam secara harfiah berarti “kata-kata”. Kaum teolog Islam berdebat dengan kata-kata dalam mempertahankan pendapat dan pemikirannya sehingga teolog disebut sebagai mutakallim yaitu ahli debat yang pintar mengolah kata. Ilmu kalam juga diartikan sebagai teologi Islam atau ushuluddin, ilmu yang membahas ajaran-ajaran dasar dari agama. Mempelajari teologi akan memberi seseorang keyakinan yang mendasar dan tidak mudah digoyahkan. untuk lebih mendalami disini akan memuat dari pembahasan-pembahasan yang tertara diatas.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah timbulnya aliran-aliran pemikiran Islam?
2.      Apa penyebab terpecahnya para ulama-ulama Islam?
3.      Siapa yang pertama kali yang menyebabkan perpecahan umat Islam pada jaman khulafaurrasidin?

C.    Tujuan
Dengan terselesainya makalah ini. Pemakalah berharap dapat memberikan yang terbaik mengenai judul makalah yang kami buat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.       Aliran-Aliran Pemikiran Islam
Perlu kita ketahui terlebih dahulu perbedaan pengertian firqoh dan mazhab.
Firqoh ialah perbedaan pendapat dalam soal-soal akidah (teologi) atau masalah-masalh ushuliyah. Dalam Islam kita kenal adanya firqoh-firqoh Syi’ah, Khawarij, Mu’tazilah, Qadariyah, Jabariyah, Murji’ah dan Ahlus Sunnah. Dalam Kristen, misalnya Khatolik dan Protestan. Firqoh bisa diartikan sekte.[1]
Sedangkan Mazhab ialah perbedaan pendapat masalah-masalah hokum atau furu ‘iyah. Dalam fiqih kita ketahui ada empat mazhab yang terkenal: mazhab Hanafi (pendirinya, Imam Abu Hanifah An-Nu’man Ibnu Tsabit, 70-150 H), mazhab Maliki (pendirinya Imam Maliki Ibnu Anas, 90-179 H), mazhab Syafi’i (pendinya Abu Abdullah Muhammad Ibnu Idris Ibnu Utsman Ibnu Syafi’I, 150-204 H) dalam buku  Abdul Aziz Asy-Synawi, yang berjudul Biografi Imam Syafi’i mengatakan “beliau adalah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’i bin Sa’ib bin Abdil Muttalib bin Abdi Manaf Al-Quraisyi (berkebangsaan Quraisy) Al-Muttalibi (keturunan Abdul Muttalib) Asy-Syafi’I, dan mazhab Hambali (pendirinya, Ahmad Ibnu Hambal Ibnu Hilal Asy-Syaibani Al-Bagdadi, 164-241 H). dengan kata lain bahwa firqoh itu mengenai masalah tauhid sedangkan mazhab mengenai masalah fiqih.
Kemunculan aliran-aliran pemikiran islam adalah akibat dari banyaknya kontroversi yang telah memecah belah komunitas muslim pada masa awal. Namun, perselisihan, utamanya dalam masalah politik, pecah segera setelah wafatnya Nabi, dan diikuti dengan tragedi yang membawa pada pembunuhan khalifah Utsman pada tahun 656.
Dalam suatu komunitas yang mendefinisikan dirinya berdasarkan identitas keagamaan, perselisihan politik pada akhirnya tidak terelakan membawa pada perselisihan teologis. Perselisihan politik di kalangan mereka  yang berkehendak menjadi pemimpin komunitas terbagi ke dalam tiga kelompok: Khawarij yang menentang khalifah Ali; Murji’ah yang berusaha tetap netral; dan Syi’ah yang mendukung khalifah Ali. Kelompok-kelompok ini berusaha mempengaruhi komunitas muslim secara luas yang selama ini didominasi oleh mazhab-mazhab arus utama, utamanya kaum konservatif dan tradisionalis, yang dikenal dengan sebutan ahlus sunnah wal jamaah.[2] Selain dari kelompok tiga di atas masih banyak kelompok-kelompok lainnya yang berpengaruh dalam sejarah Islam masa lalu. Antaranya: khawarij, murji’ah, syi’ah, qadariyah, jabariyah, muktazilah, dan ahlus sunnah wal jamaah. Semuanya itu memiliki pandangan yang berbeda-beda.
Ada tiga persoalan yang membikin perpecahan umat Islam: persoalan tentang teologi, persoalan furu’iyah dan tasawuf.

1.     Aliran-Aliran Ilmu Kalam dan Sejarah Timbulnya

Menurut Ibn Khaldun, Ilmu kalam adalah Ilmu berisi tentang alasan-alasan yang mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan berisi bantahan teerhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan-kepercayaan aliran golongan salaf dan Ahli Sunnah. Adapun Aliran-aliran ilmu kalam diantaranya:

 

 

a.      Firqoh Syi’ah dan Sejarahnya.

Syi’ah berasal dari bahasa arab, artinya pengikut atau golongan. Kata jamaknya Syiya’un.[3]

159.  Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka menjadi bergolongan[525], tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah terserah kepada Allah, Kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang Telah mereka perbuat.

[525]  Maksudnya: ialah golongan yang amat fanatik kepada pemimpin-pemimpinnya.

Dari sini Syi’ah dimaksudkan sebagai suatu golongan dalam Islam yang beranggapan bahwa Sayidina Ali bin Abi Thalib ra. adalah orang yang berhak sebagai khalifah pengganti nabi, berdasarkan wasiatnya. Sedangkan khalifah-khalifah Abu Bakar as-Syidiq, Umar bin Khatab, dan Usman bin Affan adalah penggasab kedudukan khalifah.

Golongan Syiah ini terpadu padanya pengertian firqoh dan mazhab. Masalah khalifah ini adalah soal politik yang dalam perkembangan selanjutnya mewarnai pandanga mereka di bidang agama. Disamping itu, kemudian mereka mempunyai ulama-ulama sendiri yang menjadi panutannya di berbagai cabang ilmu-ilmu ke-Islaman. Ulama ilmu kalam yang paling masyhur ialah Hisyam bin Hakam dan Syaikhan Thaq Muhammad Nu’man al-Ahwal (keduanya murid imam Ja’far as-Sodiq).

Masalah khilafah:

Setelah selesai menunaikan tugas risalah Islam selama hamper 23 tahun, Nabi Muhammad SAW wafat pada hari senin 12 Rabi’ul Awal 11 Hijriyah, bertepatan dengan 8 juni 632M.

Beliau tidak pernah berwasiat siapa yang akan menggantikan posisi khalifah dan demikian tidak pernah memberikan petunjuk pedoman-pedoman cara memilih khalifah. Dan ternyata kalau diperhatikan cara pemilihan Khulafaur Rasyidin itu berbeda-beda.

Memang Nabi Muhammad Saw itu menyuruh sahabat Abu Bakar menjadi imam shalat pada waktu beliau sakit menjelang hari wafatnya. Demikian pula Nabi Muhammad SAW pernah menyuruh sahabat Ali bin Abi Thalib untuk menjaga rumahnya ketika beliau pergi berperang. Namun demikian, beliau tidak pernah menyebut-nyebut penggantinya.

Maka tatkala nyata-nyata Nabi Muhammad SAW wafat, pada hari itu juga sahabat terkemuka dari kalangan muhajirin dan anshar berkumpul di Saqifah Bani Sa’idah, suatu balai pertemuan untuk bermusyawarah tentang khalifah.

Golongan Anshar menghendaki sa’ad bin Ubadah sebagai khalifah. Usulan tersebut tidak dapat diterima oleh golongan Muhajirin, maka terjadilah perdebatan-perdebatan yang cukup sengit, sehingga hamper-hampir menimbulkan perpecahan.

Sedangkan golongan Muhajirin mencalonkan Abu Bakar as-Sidiq. Sayyidina Ali sendiri waktu itu tidak hadir dibalai Saqifah Bani Sa’idah, karena sibuk mengurus jenazah Rasulullah Saw.[4] Waktu itu tidak ada yang menyebut nama sayyidina Ali sebagai calon khalifah. Untuk mengakhiri perdebatan, maka sahabat Umar bin Khatab tampil, membaiat Abu Bakar as-Sidiq sebagai khalifah pertama.

Setelah perselisihan yang menghasilkan sayyidina Abu Bakar as-Sidiq sebagai khalifah, nasib umat Islam masih setabil hingga kalifah kedua. Karena pada saat itu khalifah sangat berperan penting dalam semua urusan. Pada saat, khalifah ketiga mulailah timbul perpecahan yang disebabkan oleh orang Persia.

Seorang pendeta agama Yahudi yang pura-pura masuk Islam. Sesudah memeluk Islam, dia datang ke Madinah pada masa khalifah sayyidina Utsman bin Affan, tahun 30 H, dengan harapan akan mendapatkan sambutan dan penghargaan dari khalifah. Ternyata harapan tersebut meleset dari angan-angannya. Sebagian ahli sejarah berpendapat bahwa Abdullah bin saba’ masuk Islam memang bertujuan hendak merusakkan Islam dari dalam.[5]

Dia kemudian membenci khalifah Utsman, karena tidak memberikan sambutan yang diharapkan, melancarkan propaganda anti khalifah dan menyanjung-nyanjung sayyidina Ali bin Abi Thalib. Propaganda Abdullah bin Saba’ ini mengadakan sambutan dan dukungan sebagai masyarakat ketika itu, seperti di kota madinah sendiri, mesir, kufah, basrah, dan lain-lain, karena khalifah Usman menghilangkan cincin stempel Nabi Muhammad Saw. Dan suka mengangkat jabatan-jabatan penting Negara dari kalangan sukunya sendiri, yaitu orang-orang Bani Umayyah.

Dari perselisihan diataslah yang menyebabkan umat Islam pada saat itu terpecah belah.

b.      Firqoh Khawarij

Khawarij Berasal dari kata kharaja yang berarti “keluar”. Selain nama khawarij, ada sebutan-sebutan lain bagi golongan tersebut seperti Haruriyah, golongan Muhakkimah, dan golongan Syurah. Mereka disebut golongan haruriyah diambil dari nama kampong bernama harura tidak jauh dari kota Kufah sebagai tempat mereka pindah setelah memisahkan diri dari barisan Ali. Dan mengangkat Abdullah bin Wahab al-Rasili sebagai pemimpin mereka. Mereka disebut golongan Muhakkimah karena mereka mempunyai semboyan yang selalu diteriakkannya bila bertemu dengan Ali dan juga menjadi pegangan mereka yaitu semboyan “LA HUKMA ILALLAH”. Mereka juga disebut golongan Syurah karena mereka menganggap dirinya telah mereka jual pada Allah Swt untuk mencari keridhaan Allah semata, seperti firman Allah dalam surat

207.  Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya Karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.

Kawarij tidak hanya memberontak terhadap Ali yang dianggap mereka telah lari dari kebenaran dan mengingkari hukum Allah, tetapi juga terhadap Mu’awiyah karena mereka telah berbuat zalim dan memberontak/ melawan kepada pemerintah yang sah (Khalifah Ali).[6]

Pada awalnya, Khawarij merupakan aliran atau fraksi politik, kelompok ini terbentuk karena persoalan kepemimpinan umat islam, tetapi mereka membentuk suatu ajaran yang kemudian menjadi ciri umat, aliran mereka yaitu ajaran tentang pelaku dosa besar ( murtakib al-kaba’ir ). menurut Khawarij orang-orang yang terlibat dan menyetujui hasil tahkim telah melakukan dosa besar. Orang islam yang melakukan dosa besar, dalam pandangan mereka berarti telah kafir: kafir setelah memeluk Islam berarti murtad dan orang murtad halal dibunuh berdasarkan hadis yang menyatakan bahwa nabi muhammad saw bersabda ”man baddala dinah faktuluh “, atas dasar premis-premis yang dibangunnya Khawarij berkesimpulan bahwa orang yang terlibat dan menyetujui tahkim harus dibunuh. Bagi mereka,pembunuhan terhadap orang-orang yag dinilai telah kafir adalah “ibadah”.

c.       Firqoh Murji’ah

Kelompok Murji’ah yang dipelopori oleh Ghilam Al-Dimasyqi berpendapat mereka bersifat netral dan tidak mau mengkafirkan para sahabat yang terlambat dan menyetujui tahkim dalam ajaran aliran ini, orang islam yang melakukan dosa besar tidak boleh dihukum kedudukannya dengan hukum dunia. Mereka tidak boleh ditentukan akan tinggal di neraka atau di surga, kedudukan mereka ditentukan di akhirat. Dan bagi mereka Iman adalah pengetahuan tentang Allah secara mutlak. Sedangkan kufur adalah ketidaktahuan tentang Tuhan secara mutlak, iman itu tidak bertambah dan tidak berkurang. Imam Al-Syahrastani menjelaskan bahwa Murji’ah terbagi menjadi 6 subsekte.

d.     Firqoh Qodariah

Qodariah adalah aliran yang memandang bahwa Manusia memiliki kebebasan dan kemerdekaan dalam menentukan perjalanan hidupnya. menurut paham ini manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. aliran ini disebut Qadariyah karena memandang bahwa manusia memiliki kekuatan ( qudrah ) untuk menentukan perjalanan hidupnya dan untuk mewujudkan perbuatannya.menurut temuan sementara ajaran ini pertamakali dikenalkan oleh Ma’bad al-Juhani karena tidak terdapat bukti yang otentik tentang siapa yang pertamakali membentuk ajaran Qadariyah.

e.      Firqoh Jabariyah

Menurut aliran ini manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan perjalanan hidup dan mewujudkan perbuatannya, mereka hidup dalam keterpaksaan ( jabbar ), karena aliran ini berpendapat sebaliknya; bahwa dalam hubungan dengan manusia, tuhan itu maha kuasa.karena itu, tuhanlah yang menentukan perjlanan hidup manusia dan yang mewujudkannya. Ajaran ini dipelopori oleh Al-ja’d bin Dirham.

f.       Firqoh Mu’tazilah

Mu’tazilah secara etimologi berasal dari kata a’tazala yang berarti mengambil jarak atau memisahkan diri. Secara terminologi adalah aliran theologi Islam yang memberi porsi besar kepada akal atau rasio di dalalm membahas persoalan-persoalan ketuhanan. kelompok ini banyak menggunakan kekuatan akal sehingga diberi gelar “Kaum Rasionalis Islam” dan dikenal dengan nama “Muktazilah” yang didirikan oleh Washil bin Atha.muncul akibat kontroversi yang terjadi dikalangan ummat islam setelah perang saudara antara pihak Ali bin Abi Thalib melawan Zubayr dan Thalhah.

Ajaran pokok aliran Muktazilah adalah panca ajaran atau Pancasila Muktazilah, yaitu :

1)     Ke-Esaan Tuhan (Al-Tauhid)

2)     Keadilan Tuhan (Al-Adl)

3)     Janji dan ancaman (Al-Wa’d wa Al-Wa’id)

4)     Posisi antara 2 tempat (Al-Manzilah bainal Manzilatain)

5)     Amar ma’ruf nahi munkar (Al-Amr bil Ma’ruf wa An-Nahy’an Al-Munkar).

 

g.     Firqoh Ahlu sunnah wal jama’ah

Ahlu sunnah wal jama’ahAhu sunnah wal jama’ah terbentuk akibat dari adanya penentangan terhadap aliran Muktazilah oleh orang Muktazilah itu sendiri, mereka adalah Abu al-Hasan, Ali bin Isma’il bin Abi basyar ishak bin Salim bin isma’il bin abd Allah bin Musa bin Bilal bin Abi burdah amr bin Abi musa al-asy’ari.

Imam al-asy’ari (260-324 H), menurut Abubakar isma’il al-Qairawani adalah seorang penganut Muktazilah selama 40 tahun kemudian ia menyatakan keluar dari Muktazilah. setelah itu ia mengembangkan ajaran yang merupakan counter terhadap gagasan –gagasan Muktazilah.

Ajaran pokok Ahlu sunnah wal jama’ah tidak sepenuhnya sejalan dengan gagasan Imam al-asy’ari. Para pelanjutnya antara lain Imam abu manshur al-maturidi yang kemudian mendirikan aliran Maturidiyyah yang ajarannya lebih dekat dengan muktazilah. Imam al- maturidi pun memiliki pengikut yaitu al-bazdawi yang pemikirannya tidak selamanya sejalan dengan gagasan gurunya. Oleh karena itu para ahli menjelaskan bahwa maturidiah terbagi menjadi dua golongan:

1)     Golongan Maturidiah Samarkand, yaitu para pengikut Imam al-maturidi.

2)     Golongan Maturidiah Bukhara,yaitu para pengikut Imam al-bazdawi yang tampaknya lebih dekat dengan ajaran al-asy’ari.


h.      Gerakan Salaf
Paham atau gerakan salaf adalah pengikut mazhab Hambali yang muncul pada abad ke IV H. mereka beranggapan bahwa imam Ahmad bin Hambal (169-241 H) telah menghidupkan dan mempertahankan pendirian ulama-ulama salaf. Karena pemikiran keagamaan ulama-ulama salaf menjadi motifasi gerakannya, maka orang-orang hanabilah itu menamakan gerakannya sebagai paham atau aliran salaf.
Terjadi persaingan dan konflik antara orang-orang hanabilah dengan orang-orang Asy’ariyah secara fisik, bahkan orang-orang hanabilah memandang mereka sebagai kafir. Masing-masing melakukan truth claim bahwa dirinyalah yang lebih berhak mewarisin ulama salaf.
Pada abad ke VII H, gerakan salaf memperoleh kekuayan baru, dengan munculnya Ibnu Taymiyah (661-728 H) di Syiria dan gerakan wahabi (1115-1201 H) di Saudi Arabia.
Ibnu Taimiyah dan pemikirannya:
Nama lengkapnya adalah Taqiyuddin Ahmad bin Abdil Halim bin Taimiyah, lahir di Haman, wilayah Irak, 10 Rabiul Awal 661 H/22 January 1263 M dan meninggal pada 20 Dzul Qa’dah 728 H/26 September  1328 M.
Pemikirannya Ibnu Taimiyah membagi ulama dalam memahami akidah Islam menjadi empat golongan, yaitu:
Pertama; Gerakan filsafat. Mereka mengatakan bahwa Al-Qur’an diturunkan dengan dalil kithabiyah (ajakan,seruan) dan dalil iqnaiyah (pemuas hati) yang sesuai memuaskan banyak orang. Sedangkan golongan silsafat beranggapan bahwa diri mereka itu sebagai ahli pembuktian rasional (burhan) dan keyakinan. Dan akidah metode penetapannya adalah dengan burhan dan keyakinannya.
Kedua; Para Mutakalimin atau Mu’tazilah. Mereka mendahulukan dalil-dalil akal (qadhaya ‘aqliyah), sebelum menyelidiki dalil-dalil Al-Qur’an. Mereka mengambil dua macam dalil tersebut, tetapi mereka mendahulukan penyelidikan (dalil) akal daripada berdalil pada Al-Qur’an. Mereka ini mentakwilkan ayat-ayat Al-Qur’an disesuaikan dengan hasil pemikirannya (apabila terjadi perlawanan), meskipun mereka dengan cara tersebut tidaklah keluar dari akidah-akidah Al-Qur’an.
Ketiga; sekelompok ulama yang menyelidiki akidah-akidah yang disebut dalam Al-Qur'an berdasarkan akal, mereka lalu beriman kepadanya dan dijadikan sebagai dalil. Maka diambilnya tidak sebagai dalil pangkal penyelidikan akal pikiran, tetapi ia sebagai berita yang wajib dipercaya. Boleh jadi yang dimaksud ialah bahwa sumber penyelidikan akal pikiran oleh golongan tersebut bukan dalil Al-Qur'an, meskipun maksudnya untuk memperkuat pemahaman isi Al-Qur'an. Golongan ini ialah aliran Maturidiyah yang menjadikan akal sebagai penolong dalam memahami akidah-akidah dalam Al-Qur'an.
Keempat; kelompok yang beriman kepada Al-Qur'an –sebagai akidah dan dalil-,tetapi mereka masih menggunakan dalil akal pikiran disamping dalil-dalil Al-Qur'an. Boleh jadi yang dimaksud ialah golongan Asy’ariyah.
Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa metode salaf yang ia kembangkan itu berbeda sama sekali dengan keempat metode tersebut. Aliran salaf hanya percaya kepda akidah-akidah dan dalil-dalil wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Metode yang dikembangkan oleh ahli- ahli filsafat terlalu mengedepankan metode logika, dipandangnya sebagai kesesatan, karena metode tersebut tidak dikenal pada masa sahabat dan tabi’in.[7]
Ulasan, paham salaf yang dikembangkan Ibnu Taimiyah, ternyata juga menuai kritikan. Sebab, sebelunya kepercayaan-kepercayaan tersebut telah menjadi kepercayaan orang-orang Hanabilah. Ibnu Jauzi (1186-1257 M) sendiri mengritiknya, tidak membenarkan kepercayaan tersebut dan tidak mengakuinya sebagai akidah salaf, dan bukan pula kepercayaan imam Ahmad bin Hambal, karena pemahaman terhadap ayat-ayat mutasyabihat tanpa takwil bias menyeret kepada paham tasybih dan tajsim.
i.        Gerakan Wahabi
Gerakan Wahabi dipertalikan dengan nama pendirinya, yaitu Muhammad bin Abdul Wahab (1115-1201 H/1703-1787 M), dan nama itu diberikan oleh lawan-lawannya semasa hidup pendirinya, yang kemudian dipakai juga oleh penulis-penulis Eropa. Nama yang dipakai oleh golongan Wahabi adalah “golongan Muwahhidin” (Unitarians) dan metodenya mengikuti jejak Nabi Muhammad Saw. Mereka menganggap dirinya golongan Ahlussunnah, yang mengikuti pikiran-pikiran Imam Ahmad bin Hambal yang ditafsirkan oleh Ibnu Taimiyah.
Telah dimaklumi, bahwa gerakan Wahabi mendobrak masalah yang dianggapnya takhayyul, bid’ah, dan khurafat (tbc). Ia merupakan kelanjutan dari aliran salaf, yang berpangkal kepada pikiran-pikiran Ahmad bin Hambal dan yang kemudian direkonstruksikan oleh Ibnu Taimiyah, bahkan aliran Wahabi telah menerapkanya dengan lebih luas dan memperdalam arti bid’ah, sebagai akibat dari keadaan masyarakat dan negeri Saudi Arabia yang penuh dengan aneka bid’ah, baik yang terjadi pada musim upacara agama ataupun bukan.
Pada dasarny Wahabi tidak berbeda dengan pemikiran Ibnu Taimiyah. Hanya dalam cara melaksanakan dan menafsirkan beberapa persoalan tertentu. Dalam bidang ketauhidan mereka berpendirian sebagai berikut;
1)      Penyembahan kepada selain Allah Swt adalah salah, dan siapa yang berbuat demikian dia dibunuh.
2)      Orang yang mencari ampun Allah Swt dengan mengunjungi kuburan orang-orang saleh (wali), termasuk golongan musyrikin.
3)      Termasuk dalam perbuatan musyrik memberikan pengantar kata dalam shalat terhadap nama Nabi-Nabi atau wali atau malaikat (seperti Sayyidina Muhammad).
4)      Termasuk kufur memberikan suatu ilmu yang tidak didasrkan atas Al-Qur'an dan as-Sunnah, atau ilmu yang bersumber kepada akal-pikiran semata-mata. Dan lain sebagainya.
Keritik bagi paham aliran Wahabi.
Pertama-tama ialah bahwa paham Wahabi tidak mengenal perasaan kaum muslimin, sebab kaum muslimin dimana pun juga berbangga dengan kubur Nabinya dan mencintai para sahabatnya. Tetapi gerakan Wahabi memiliki niat untuk menghancurkan makam Nabi.
2.      Aliran-Aliran Fiqih

Secara historis hukum islam telah menjadi dua aliran pada zaman sahabat Nabi Muhammad SAW. Dua aliran tersebut adalah: Madrosat al-madinah dan Madrosat al-baghdad. Aliran ini terbentuk karena sebagian sahabat tinggal di Madinah ,dan aliran Baghdad atau Kuffah juga terbentuk karena sebagian sahabat tinggal di kota tersebut. Atas jasa sahabat Nabi Muhammad SAW yang tinggal di madinah terbentuklah fuqaha sab’ah yang juga mengajarkan dan mengembangkan gagasan gurunya dari kalangan sahabat. Diantara fuqaha sab’ah adalah Said bin al’musayyab. salah satu murid Sa’id bin al-musayyab adalah Ibnu syihab al-zuhri dan diapun mempunyai murid Imam maliki, pendiri Aliran Maliki. Ajaran maliki yang paling terkenal adalah ia menjadikan ijmak dan amal ulama Madinah sebagai hujah.
Atas jasa sahabat Nabi yang tinggal di Baghdad terbentuklah aliran ra’yu. Diantara sahabat yang tinggal di Kufah adalah abd Allah bin mas’ud; salah satu muridnya adalah al-aswad bin yazid al-nakha’I; salah satu muridnya adalah Amir bin syarahil al-sya’bi;dan salah satu murid beliau adalah Abu hanifah yang mendirikan Aliran Hanafi. Salah satu ciri fiqih Abu Hanifah adalah sangat ketat dalam penerimaan hadits dan banyak menggunakan ra’y.
Murid Imam Maliki dan Muhammad al-Syaibani ( sahabat dan penerus gagasan abu hanafiah) adalah Muhammad bin idris al-syafi’I, pendiri aliran hukum yang dikenal dengan syafi’iyah atau Aliran al-syafi’i. Imam ini sangat terkenal dalam pembahasan perubahan hukum islam karena pendapatnya ia golongkan menjadi qaul qadim dan qaul jadid. Salah satu murid imam al-syafi’I adalah Ahmad bin hanbal, pendiri Aliran Hanabilah.Disamping itu,masih ada Aliran Zahiriyah yang didirikan oleh Imam Dud al-Zhahiri, dan aliran Jaririyah yang didirikan oleh Ibnu jarir al-thabari.Dengan demikian kita telah mengenal sejumlah aliran hukum islam yaitu: Madrasah Madinah,Madrasah Kufah, aliran Hanafi, aliran Maliki, aliran al-Syafi’I ,aliran Hanbali, aliran Zhahiriyah ,dan aliran Jaririyah.Tidak terdapat informasi yang lengkap mengenai aliran-aliran hukum islam, karena banyak aliran yang muncul kemudian menghilang karena tidak ada yang mengembangkannya.[8]

Thaha Jabir Fayadl Al-Ulwani menjelaskan bahwa mazdhab fiqih islam yang muncul setelah sahabat dan kibar At-Tabi’in berjumlah 13 aliran, akan tetapi tidak semua aliran itu dapat diketahui dasar dan metode istinbath hukum yang digunakannya. Dalam makalah ini kami  sebutkan ada 12 aliran. Berikut pendiri aliran-aliran tersebut :

1. Abu Sa’id Al-Hasan bin Yasar Al-Bashri

2. Abu Hanifah Al-Nu’man bin Tsabit bin Zuthi

3. Al-Uza’i ‘Abu Amr A’bd Al-Rahmat bin ‘Amr bin Muhammad

4. Sufyan bin Sa’id bin Masruq Al-Tsauri

5. Al-Laits bin Sa’d

6. Malik bin Anas Al-Bahi

7. Sufyan bin U’yainah

8. Muhammad bin Idris

9. Ahmad bin Muhammad bin Hanbal

10. Daud bin Ali Al-Ashbahani Al-Baghdadi

11. Ishaq bin Rahawaih

12. Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid Al-Kalabi

 

Aliran hukum islam yang terkenal dan masih ada pengikutnya hingga sekarang hanya beberapa aliran diantaranya Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanbaliyah, akan tetapi yang sering dilupakan dalam sejarah hukum islam adalah bahwa buku-buku sejarah hukum islam cenderung memunculkan aliran-aliran hukum yang berafiliasi dengan aliran sunni, sehingga para penulis sejarah hukum islam cenderung mengabaikan pendapat khawarij dan syi’ah dalam bidang hukum islam.


3.     Aliran-Aliran Tasawuf

 

Para penulis ajaran tasawuf, termasuk Harun Nasution, memeperkirakan adanya unsur-unsur ajaran non-islam yang mempengaruhi ajaran tasawuf. Unsur-unsur yang dianggap berpengaruh pada ajaran tasawuf adalah kebiasaan rahib Kristen yang menjauhi dunia dan kesenangan materi. Pada dasarnya tasawuf merupakan ajaran tentang Al-Zuhd (Zuhud), kemudian ia berkembang dan namanya diubah menjadi tasawuf dan pelakunya disebut shufi. Zahid yang pertama adalah Al-Hasan Basir. Dia pernah berdebat dengan Washil bin Atha’ dalam bidang teologi, ia berpendapat bahwa orang mu’min tidak akan bahagia sebelum berjumpa dengan Tuhan. Zahid dari kalangan perempuan adalah Rabi’ah Al-Adawiyah dari Basrah, ia menyatakan bahwa ia tidak bisa membenci orang lain, bahkan tidak dapat mencintai Nabi Muhammad SAW, karenya cintanya hanya untuk Allah SWT. Metode tasawuf dibagi menjadi 3 (tiga): Tahallia, adalah pengisian diri untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT; Takhalli adalah pengosongan diri sufi; sedangkan Tajalli adalah penyatuan diri dengan Tuhan. Disamping itu, dalam ajaran para sufi dikatakan bahwa Tuhan pun tidak berkehendak untuk menyatu dengan manusia. Suatu keadaan mental yang diperoleh manusia tanpa bias diusahakan disebut Hal-Ahwal. Rabiah merumuskan kedekatannya dengan Tuhan dalam Mahabbah, dengan demikian ada hubungan timbal balik antara sufi dengan Tuhan.

4.      Aspek Filsafat

Pemikiran filosofis masuk kedalam Islam melalui falsafat Yunani yang dijumpai ahli-ahli fikir islam di Suria. Mesopotamia, Persia dan Mesir.Golongan yang banyak tertarik kepada falsafat Yunani adalah kaum mu’tazilah. Abu Al-Huzail, Al-Nazzam, Al-jahiz, Al-Jubba’I dan lain-lain banyak membaca buku-buku falsafat Yunani dan pengaruhnya dapat dilihat dalam pemikiran-pemikiran teologi mereka. Disamping kaum Mu’tazilah, segera pula timbul filosof-filosof Islam.

Filosof yang pertama, adalah Abu Yusuf Ya’qub Ibnu Ishaq Al-Kindi. yang berasal dari keturunan Arab ia disebut Failasuf Al-‘arab (Filosof orang Arab). Al-Kindi bukan hanya Filosof tetapi juga Ilmiawan yang menguasai ilmu-ilmu pengetahuan yang ada dizamannya. Buku-buku yang ditinggalkannya mencakup berbagai cabang Ilmu pengetahuan seperti: Matematika, geometri, Astronomi, Pharmachologi (Teori dan cara pengobatannya), Ilmu hitung, Ilmu jiwa, Optika, Politik, dan sebagainya.
Mengenai Falsafat Al-Kindi berpendapat bahwa Antara falsafat dan agama tidak ada  bertentangan. Ilmu tauhid atau teologi adalah cabang termulia dari falsafat. Falsafat membahas kebenaran atau hakekat. Kalau ada hakekat-hakekat mesti ada hakekat pertama,yang dimaksud dengan hakekat pertama adalah hakekat tuhan.

Filosof besar kedua Islam, adalah Abu Nasr Muhammad Ibn Muhammad Ibn Tarkhan Ibn Uzlagh Al-Farabi, Atau yang dikenal dengan Al-Farabi. Yang berasal dari keturunan Turki. Al- Farabi penulis buku-buku mengenai logika, ilmu politik, etika, fisika, ilmu jiwa, metafisika, kimia, dan lain sebagainya. Mengenai falsafatnya, yang terkenal ialah falsafat emanasi. Dalam emanasi ini ia menerangkan bahwa segala yang ada memancar dari zat Tuhan melaui akal-akal yang berjumlah sepuluh. Akal menurut pemikirannya mempunyai tiga tingkat, al-hayulani (materil), bi al-fi’ (aktuil) dan al-mustafad (adeptus,aquired). Akal pada tingakat terakhir inilah yang dapat menerima pancaran yang dikirimkan Tuhan melalui Akal-akal tersebut.

Filosof islam yang ketiga bernama Ibn Sina, Nama lengkapnya Abu ‘Ali Husain Ibn Abdillah Ibn Sina, ia dikenal dibarat dengan nama Avicenna (Spanyol Aven Sina) dan kemasyhurannya di dunia barat sebagai dokter. Dalam falsafatnya ia juga mempunyai paham emanasi dan akal-akal baginya adalah melekat. Wujud ia bahagian kedalam tiga bahagian, wajib, mungkin, dan mustahil.
Selanjutnya, Abu Hamid Muhammad Ibn Muhammad Al-Ghazali (Persia), Al-Ghazali berbeda dengan filosof-filosof lain, tidak mementingkan falsafat saja tetapi juga soal hukum, teologi dan sufisme tetapi bagaimanapun ia lebi banyak bersifat sufi dari pada bersifat filosof.
Dalam falsafah Al-Ghazali dikenal sebagai filosof yang banyak mengkritik pendapat filosof-filosof dan menantang tiga dari isi falsafat mereka membawa kepada kekufuran, yaitu: pendapat-pendapat mereka bahwa alam ini qadim, dalam arti bermula dalam waktu, tuhan tidak mengetahui perincian dari apa yang terjadi di alam ini, dan bahwa pembangkitan jasmani tidak ada.
Al-Ghazali meninggalkan buku-bukunya yang mengandung ilmu-ilmu keagamaan  dalam berbagai bidang, seperti Tauhid, Fiqih, Akhlak dan Tasawuf. Al-Ghazali merupakan filosof besar terakhir di dunia islam bahagian Timur. Filosof-filosof besar selanjutnya muncul di Andulisia, seperti: Ibn Bajja, Ibn Tufail. Dan Ada Filosof Terbesar Lainnya yang di hasilkan Andulisia adalah Abu Al-Walid Muhammad Ibn Ahmad Ibn Muhammad Ibn Rusd, ia Lahir Di Cardova dan belajar teologi, ilmu kedokteran, matematika, filsafat dsb. Ibn Rusd Banyak memusatkan perhatiannya pada Falsafat Aritoteles dan menulis ringkasan-ringkasan dan tafsiran-tafsiran yang mencakup sebahagiaan terbesar dari karangan-karangan filosof Yunani.[9]
B.     Sejarah Empat Mazhab Fiqih
Ilmu fiqih baru muncul pada periode tabi' al-tabi'in yaitu sekitar abad kedua Hijriyah, dengan munculnya para mujtahid di berbagai kota,serta terbukanya pembahasan dan perdebatan tentang hukum-hukum syariah. Pada masa-masa itulah di Irak muncul seorang mujtahid besar  bernama Abu Hanifah al-Nu'man ibn Tsabit (80-150 H atau 700-767 M) yang merupakan orang pertama yang memformulasikan ilmu fiqih, tetapi ilmu ini belum dibukukan. Sementara itu, di Madinah muncul juga seorang mujtahid besar  bernama Malik ibn Anas (93-178 H atau 713-795 M) yangmemformulasikan ilmu fiqih dan membukukan kumpulan hadis berjudul al-Muwaththa', yang terutama berisi hukum-hukum syariah. Pembukuan kitab ini dilakukan atas permintaan khalifah Abu Ja'far al-Manshur (137-159 H atau 754-775 M), dengan maksud sebagai pedoman bagi kaumMuslimin dalam mengarungi kehidupan mereka.
Kitab ini kemudian menjadi dasar bagi faham fiqih di kalangan umat Islam di Hijaz (aliran ahl-hadis). Sedangkan yang menjadi pedoman bagi faham fiqih di kalangan umat Islam di Irak (aliran ahl al-ra'y) adalah buku-buku yang ditulis oleh murid-murid Abu Hanifah, terutama Muhammad ibn al-Hasan al-Syaibani (102-189 H) dengan bukunya antara lain al-Jâmi' al-Kabîr  dan al-Jâmi' al-Shaghîr  dan Abu Yusuf (112-183 H) dengan bukunya berjudul Kitab al-Kharâj (Kitab tentang Pajak Penghasilan). Abu Hanifah sendiri pernah diminta menjadi qâdhî (hakim)oleh seorang khalifah Dinasti Abbasiyyah, tetapi permintaan ini ditolak, sementara Abu Yusuf pernah menjadi qâdhî pada masa khalifah Harun al-Rasyid. Baik Abu Hanifah maupun Malik ibn Anas kemudian oleh para pengikutnya masing-masing dijadikan sebagai pendiri mazhab Hanafi dan Maliki.
Sejak periode tabi'in sering terjadi perdebatan antara kedua aliran tersebut. Sementara kalangan ahl al-hadis mencela kelompok ahl al-ra'y dengan tuduhan bahwa ahl al-ra'y meninggalkan sebagian hadis, maka ahlal-ra'y pun menjawab dengan mengemukakan argumentasi tentang 'illah-'illah hukum (legal reasons) dan maksud-maksud syariah. Pada umumnya ahl al-ra'y dengan kemampuan debatnya dapat mengalahkan argumentasi ahl al-hadîts, sebagaimana contoh di atas. Maka munculnya Muhammad ibn Idris al-Syafi'i atau yang dikenal dengan Imam Syafi’I (150-204 H atau 767-820 M), yang di satu segi menguasai banyak hadis dan di lain segi memiliki kemampuan dalam menggali dasar-dasar dan tujuan-tujuan hukum, dapat menghilangkan supremasi ahl al-ra'y terhadap ahl al-hadis dalam perdebatan. Karena jasanya membela hadis, maka ia dijuluki sebagai "nâshir al-sunnah" (pembela Sunnah). Keempat mazhab (Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali) inilah yang sampai kini dianggap sebagai mazhab fiqih yang beraliran Ahl al-Sunnahwa al-Jama'ah.
Latar Belakang dan Sejarah Munculnya Empat Mazhab Fiqih.
Sebagaimana diketahui, bahwa ketika agama Islam telah tersebar meluas ke berbagai penjuru, banyak sahabat Nabi yang telah pindah tempat dan berpencar-pencar ke nagara yang baru tersebut. Dengan demikian, kesempatan untuk bertukar pikiran atau bermusyawarah memecahkan sesuatu masalah sukar dilaksanakan.Sejalan dengan pendapat di atas, Qasim Abdul Aziz Khomis menjelaskan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan ikhtilaf  dikalangan sahabat ada tiga yakni :
1.      Perbedaan para sahabat dalam memahami nash-nash al-Qur’an
2.      Perbedaan para sahabat disebabkan perbedaan riwayat
3.      Perbedaan para sahabat disebabkan karena ra’yu.
Sementara Jalaluddin Rahmat melihat penyebab ikhtilaf  Dari sudut pandang yang berbeda, Ia berpendapat bahwa salah satu sebab utama ikhtilaf  di antara para sahabat prosedur penetapan hukum untuk masalah-masalah baru yang tidak terjadi pada zaman Rasulullah SAW. Setelah berakhirnya masa sahabat yang dilanjutkan denganmasa Tabi’in, muncullah generasi Tabi’it Tabi’in. Ijtihad para Sahabat dan Tabi’in dijadikan suri tauladan oleh generasi penerusnya yang tersebar di berbagai daerah wilayah dan kekuasaan Islam pada waktu itu. Generasi ketiga ini dikenal dengan Tabi’it Tabi’in. Di dalam sejarah dijelaskan bahwa masa ini dimulai ketika memasuki abad kedua hijriah, di mana pemerintahan Islam dipegang oleh Daulah Abbasiyyah. Dari mata rantai sejarah ini jelas terlihat bahwa pemikiran fiqih dari zaman sahabat, tabiin hingga munculnya mazhab-mazhab fiqih pada periode ini. dan dari sini pula kita dapat merumuskan apa sebab-sebab munculnya mazhab pada periode ini. Namun mazhab-mazhab muncul pada periode ini tidak terbatas pada empat mazhab –Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’ie dan Hambali – seperti yang ada sekarang.  Dr. Thaha Jabir Fayyadh al-‘Ulwani berkesimpulan bahwa saat itu muncul sekitar tiga belas mazhab yang semuanya berafiliasi sebagai mazhab yang “Ahlu Sunnah”, tetapi hanya delapan atau sembilan mazhab saja yang dapat diketahui dengan jelas dasar-dasar dan metode fiqhiyah yang mereka pergunakan. Para imam mazhab-mazhab itu adalah :
1.      Imam Abu Sa’id bin Yasar al-Bashir (wafat 110H.), Imam Abu Hanifah al-Nu’man bin Tsabit bin Zuthi (wafat 150H.)
2.      Imam Auza’ie Abu Amr Abdur Rahman bin Amru binMuhammad (wafat 157 H.)
3.      Imam Sufyan bin Said bin Masruq al-Tsauri (wafat 160 H.), Imam Laits bin Sa’d (wafat 157 H.)
4.      Imam Malik bin Anas al-Anshari (Wafat 179 H.)
5.      Imam Sufyan bin Uyainah(wafat 198 H.)
6.      Imam Muhammad bin Idris al Syafi’ie (wafat 204 H.)
7.      Imam Ahmad bin Muhammad bin Hambal (wafat 241 H.)
8.      Muhammad Khudari Beik (ahli fiqh dari Mesir) membagi periodisasi fiqh menjadi enam periode. Yaitu:
a)      Periode risalah
b)      Periode khulafaurrasyidun
c)      Periode awal pertumbuhan fiqih
d)     Periodekeemasan
e)      Periode tahrir, takhrij dan tarjih dalam mazhab fiqih
f)       yang terakhir adalah periode kemunduran fiqih



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpilan
Aliran-aliran pemikiran Islam, berdasarkan teologi Islam ada banyak sekali. Tetapi yang terkenal hanya beberapa saja. Dianataranya ada tiga yang terkenal adalah syi’ah, khawarij dan mu’tazilah. Syi’ah yang fanatic mendukung sayyidina Ali, khawarij yang membenci sayyidina Ali karena keputusan terhadap tahkim yang kurang tepat menurut mereka, dan mu’tazilah yang berusaha netral terhadap semua tindak tanduk antara dua golongan.
Sedangkan aliran-aliran pemikiran Islam, berdasarkan Fiqih sama banyaknya dengan pemikiran-pemikiran Islam berdarsarkan ilmu kalam. Ada empat mazhab yang terkenal. di Irak muncul seorang mujtahid besar  bernama Abu Hanifah al-Nu'man ibn Tsabit (80-150 H atau 700-767 M), Sementara itu, di Madinah muncul juga seorang mujtahid besar  bernama Malik ibn Anas (93-178 H atau 713-795 M) yangmemformulasikan ilmu fiqih dan membukukan kumpulan hadis berjudul al-Muwaththa', yang terutama berisi hukum-hukum syariah., imam Hambal yang muncul di irak. Maka munculnya Muhammad ibn Idris al-Syafi'i atau yang dikenal dengan Imam Syafi’I (150-204 H atau 767-820 M), yang di satu segi menguasai banyak hadis dan di lain segi memiliki kemampuan dalam menggali dasar-dasar dan tujuan-tujuan hukum, dan kelebihannya yang diberikan Allah dapat menghafal kitab al-Muwattha’ karangan imam Malik, yang imam Malik sendiri tidak sehafal imam Syafi’i. Salah satu murid imam al-syafi’I adalah Ahmad bin hanbal, pendiri Aliran Hanabilah.
Pada dasarnya tasawuf merupakan ajaran tentang Al-Zuhd (Zuhud), kemudian ia berkembang dan namanya diubah menjadi tasawuf dan pelakunya disebut shufi. Zahid yang pertama adalah Al-Hasan Basir. Dia pernah berdebat dengan Washil bin Atha’ dalam bidang teologi, ia berpendapat bahwa orang mu’min tidak akan bahagia sebelum berjumpa dengan Tuhan.
Pemikiran filosofis masuk kedalam Islam melalui falsafat Yunani yang dijumpai ahli-ahli fikir islam di Suria. Mesopotamia, Persia dan Mesir.Golongan yang banyak tertarik kepada falsafat Yunani adalah kaum mu’tazilah.

B.     Keritik dan Saran
Inilah makalah yang dapat kami buat. Pasti makalah ini masih dikatakan jauh dari kata sempurna. Maka dari itu kami pun menunggu setiap keritik bapak dosen terhadap kami. Begitu juga kami pun meminta saran, yang membangun supaya kami dapat melengkapi apa yang menjadi kekurangan kami.





Ø  DAFTAR PUSTAKA
Ø  Saleh Rukaiyah. Ilmu Kalam. (Pekanbaru; Karya Perdana, 1994,)
Ø Sahilun A. nasir, M.Pd.I. Pemikiran Kalam (Teologi Islam). (Jakarta: Rajawali Pers, 2012)
Ø Zakiyuddin Badhawy. Studi Islam Pendekatan dan Metode. (Yogyakarta: Bintang Pustaka Abadi, 2011)








[1] Sahilun A. nasir, M.Pd.I. Pemikiran Kalam (Teologi Islam). (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 71.
[2] Zakiyuddin Badhawy. Studi Islam Pendekatan dan Metode. (Yogyakarta: Bintang Pustaka Abadi, 2011)
[3] Sahilun A. Nasir, op. cit. hal. 72 
[4] Sahilun A. Nasir, op. cit. hal. 75
[5] Ibid., hal. 60
[6] Rukaiyah Saleh. Ilmu Kalam. (Pekanbaru; Karya Perdana, 1994,) hal. 15-16
[7] Sahilun A. Nasir, op. cit. hal. 283

Tidak ada komentar: